1 Mei Hari Buruh. Serikat Kerja Kehilangan Anggotanya
30 April 2009Di Jerman tanggal 1 Mei adalah hari raya resmi, Hari Buruh. Tetapi dalam kesadaran para pekerja, hari raya ini sudah lama kehilangan maknanya. Demikian dikatakan pakar sejarah sosial Professor Klaus Tenfelde. Ia berkata, "Untuk kebudayaan buruh, hari raya ini dulunya adalah salah satu hari terpenting tiap tahunnya. Tetapi, kini maknanya hampir lenyap sama sekali."
Sudah Berubah
Di kalangan masyarakat yang bekerja, arti kata "pekerja" juga telah berubah dalam beberapa dasawarsa terakhir. Tenfelde mengatakan, tenaga kerja yang terlatih, yang dulunya menjadi penopang gerakan 1 Mei, kini sudah termasuk kelas menengah dalam masyarakat.
Namun demikian, di masa krisis keuangan dan perekonomian global, kelas menengah juga terkena dampaknya, yang berupa pemotongan jam kerja dan pengurangan lapangan kerja. Oleh sebab itu menurut Tenfelde, serikat kerja juga harus melakukan segala sesuatu agar bahaya yang mengancam tahun ini dan tahun lalu dimengerti dengan baik oleh pekerja. Karena, akibat merosotnya perekonomian, lapangan kerja juga terancam. Untuk itu unjuk rasa pekerja pada tanggal 1 Mei bisa menjadi artikulasi keinginan dan tuntutan mereka.
Anggota Berkurang
Tetapi, walaupun ada krisis ekonomi serikat kerja di Jerman tidak mencatat gelombang anggota baru. Tahun 1991 Ikatan Serikat Kerja Jerman-DGB mempunyai anggota terbanyak sepanjang sejarah Jerman, yaitu sekitar 12 juta orang. Tetapi di tahun-tahun setelahnya jumlah anggota sangat merosot, hingga hampir setengahnya. Menurut statistik DGB, yang juga mengikutsertakan pegawai swasta dan pegawai negeri, jumlah anggotanya tahun lalu hanya sekitar 6,4 juta orang. Berarti turun hampir setengahnya dibandingkan tahun 1991.
Serikat kerja bidang industri IG Metall mempunyai anggota paling banyak, yaitu 2,3 juta pekerja. Posisi kedua diduduki serikat kerja sektor layanan, ver.di dengan anggota 2,2 juta orang. Angka-angka ini tampak mengesankan, tetapi jumlah ini sebenarnya menunjukkan bahwa pekerja Jerman yang terorganisir dalam serikat kerja sangat sedikit, kurang dari 18%.
Dampak Krisis Ekonomi
Dua tahun terakhir ini DGB punya harapan bahwa anggotanya akan bertambah. Tetapi akibat adanya krisis ekonomi, kini dikuatirkan jumlah anggota akan berkurang dan dengan demikian juga melemahnya keuangan DGB. Dari pengalaman DGB mengetahui bahwa keluarnya anggota, selalu berkaitan dengan krisis ekonomi. Jika uang semakin menipis, maka orang juga menghemat iuran untuk serikat kerja.
Walaupun pekerja tidak segera keluar dari serikat kerja, pemotongan jam kerja bagi sebagian anggota menyebabkan berkurangnya iuran, dan hal ini juga mengakibatkan kurangnya pemasukan serikat kerja. Serikat kerja bidang industri IG Metall memperkirakan, berkurangnya pemasukan bisa mencapai lima juta Euro. Menghadapi krisis internasional, mungkinkah serikat buruh juga menggalang kerjasama dan perlawanan internasional? Pakar sosial profesor Klaus Tenfelde meragukan hal itu. Masalahnya, struktur serikat kerja sangat tergantung pada situasi tiap negara, demikian halnya dengan masalah besarnya gaji pekerja.
Klaus Deuse / Marjory Linardy
Editor: Hendra Pasuhuk