30 Tahun Partai Hijau
6 Maret 2013Marieluise Beck memakai pulover ungu muda yang dirajut sendiri. Ia salah satu dari 28 anggota baru parlemen yang terpilih 6 Maret 1983 dari Partai Hijau. "Saya sendiri pun itu hampir tak bisa mempercayainya. Kenyataannya bagi politik di Bonn sungguh suatu syok," kenang Marieluise Beck.
Kala itu die Grünen atau Partai Hijau baru dibentuk tiga tahun sebelumnya, pada masa ketika ratusan ribu warga Jerman Barat turun ke jalan memprotes penempatan rudal jarak menengah Amerika Serikat, karena khawatir eskalasi berikutnya persaingan senjata nuklir. Dengan latar belakang ini, Januari 1980, aktivis lingkungan, perdamaian dan hak asasi manusia bergabung. Mereka menilai dirinya "ekologis, berbasis demokrasi, sosial, tanpa kekerasan", sebagai partai Anti-Partai, demikian istilah yang dilontarkan oleh pemikir awalnya Petra Kelly. Selanjutnya Partai Hijau tidak banyak dikenal sebagai partai, melainkan suatu gerakan.
Pertengahan 1990-an die Grünen menjadi dewasa. Tahun 1998 bersama dengan Partai sosial demokrat SPD, die Grünen untuk pertama kalinya duduk di pemerintahan. Joschka Fischer menjadi menteri luar negeri dan wakil kanselir. Batu ujian kemampuan pemerintahan dan politis Partai Hijau adalah pemungutan suara 1999 di Bundestag tentang keterlibatan militer Jerman di Kosovo dan tahun 2000 mengenai kesepakatan ekonomi energi untuk keluar bertahap dari energi atom sampai 2021.
2005 koalisi SPD - Partai Hijau berakhir. Partai Hijau duduk di bangku oposisi. Dan ketika tak lama sesudahnya Joschka Fischer mundur dari panggung politik, banyak yang meramalkan umur partai itu sudah hampir berakhir.
Bobot Politis Baru Partai Hijau
Tapi personilnya cukup kuat untuk mampu menanggung hilangnya Fischer. Di negara bagian Baden-Württemberg, Partai Hijau untuk pertama kalinya berhasil menempatkan Perdana Menteri Winfried Kretschamann. Partai ini menjadi mitra koalisi potensial baik bagi CDU/CSU maupun SPD. Dalam jajak pendapat aktual, Partai Hijau meraih hasil terbaiknya.
Sejarah Partai Hijau adalah kisah sukses, kata Lothar Probst, pakar politik di Universitas Bremen. Mereka berhasil membedakan diri dari saingan-saingan politiknya. "Mereka adalah partai tengah, yang bagi pakar politik artinya, dengan hasil pemilu antara 10-20 persen." Dengan begitu mereka lebih unggul dari partai-partai kecil seperti Partai Kiri, FDP atau juga Partai Bajak Laut. Sampai akhir tahun, Partai Bajak Laut masih diprediksi dapat mengancam Partai Hijau. Namun sengketa internal menjerumuskan partai internet ini menuju marginalitasnya.
Salah satu kekuatan baru Partai Hijau adalah lingkup pemilihnya kini jauh lebih luas dibanding tahun-tahun awal. Mereka muncul dari kelas alternatif, dan meraih lapisan pemilih lebih luas hingga lapisan rakyat. Penyebabnya antara lain selain tema lingkungan, Partai Hijau juga membahas tema politik lain misalnya pendidikan, keadilan sosial, politik konsumen dan iklim. "Saya pikir itu menjadi sebagian kekuatannya," ujar Prof. Probst.
Tapi bila tema utama Partai Hijau, yaitu politik lingkungan, kini juga dibahas partai-partai saingannya, apakah Partai Hijau akan merosot? Lothar Probst membantahnya. "Ambil contoh perubahan energi. Ini baru berada di tahap awal, dan terlihat banyaknya masalah dan kontroversi yang ditimbulkan. Juga skandal di bidang industri bahan pangan. Juga tema ini yang membuat Partai Hijau relatif sukses di tahun-tahun belakangan."