1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ancaman Taliban Bagi Pakistan Meningkat

24 April 2009

Taliban perluas dominasinya dan menciptakan tantangan baru bagi pemerintah Pakistan.

https://p.dw.com/p/Hdrv

Atas tekanan kelompok radikal Taliban di Lembah Swat, Pakistan memberlakukan hukum syariah di wilayah itu dengan harapan, Taliban menghentikan perlawanannya terhadap pemerintah dan menghindari pertumpahan darah antarwarga. Namun kini, Taliban semakin jelas menunjukkan kekuatannya sehingga ketegangan menjalar ke distrik Buner yang bertetangga dengan Lembah Swat. Mengomentari keadaan Pakistan saat ini, harian konservatif di Paris "Le Figaro" menulis:

Bukanlah suatu kebetulan jika Taliban sekarang hanya berada sekitar 100 kilometer dari ibukota Pakistan. Kekuatan sipil tidak berdaya menghadapi konflik, dan angkatan bersenjata Pakistan yang merupakan satu-satunya kekuatan yang sebenarnya, terpecah. Sebagian besar militer tidak bersedia berhadapan dengan warga tertentu atau memerangi kelompok perlawanan yang sebelumnya mereka latih sendiri. Ancamanruntuhnya Pakistan semakin nyata. Masalah itu sebaiknya diselesaikan dulu, sebelum Taliban mengambil alih pos komando di negara yang memiliki senjata nuklir itu.

Sedangkan harian liberal kiri Inggris the "Independent" menulis dalam tajuknya:

Presiden AS Barack Obama menegaskan, Pakistan adalah elemen kunci stabilitas di wilayah itu. Obama juga menggarisbawahi, pengerahan kekuatan militer tidak merupakan jawaban satu-satunya. Program bantuan yang akan diberikan Obama kepada Pakistan, terutama dalam sektor pendidikan, merupakan awal yang selayaknya dapat dipercaya.

Mengenai semakin kuatnya kelompok radikal di Pakistan, harian liberal kiri Hungaria yang terbit di Budapest "Nepszabadsag" berkomentar:

Karena suatu hal tertentu, Pakistan tidak mampu menyelesaikan masalah internalnya. Ketegangan yang terdapat dalam masyarakat yang pada dasarnya feodalis, semakin meningkat. Tak heran bila semboyan Taliban "keadilan" disenangi warga tidak mampu yang tidak punya akses ke dunia pendidikan. Hal yang sama juga dilakukan Hamas di Palestina dan Hizbullah di Lebanon. Slogan ini kemudian dibumbui dengan sikap anti Amerika Serikat. Ini menimbulkan kesan, seakan rezim Amerika atau pro Amerika menghambat keadilan yang dicari.

Harian konservatif "Die Presse" yang terbit di Wina, Austria, dalam tajuknya memperingatkan agar tidak terlalu banyak berharap dari upaya pendekatan Amerika Serikat terhadap Iran. Namun langkah itu patut disambut dengan baik. Uluran tangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk memulai kemitraan yang baru memang disambut ulama tinggi Iran, Khamenei, dengan sikap menahan diri, namun Khamenei membuka semua kemungkinan. Selain itu tak dapat disangkal bahwa Iran dan pihak barat punya kepentingan yang sama, yaitu menumpas Taliban, memberantas penyelundupan narkoba dan mencegah pengungsi dari Afghanistan, serta upaya menstabilkan Irak di wilayah perbatasan dengan Iran. Apalagi jika mengingat rencana penarikan pasukan AS. Ambisi nuklir Iran yang tidak jtransparan tentunya menimbulkan kekhawatiran. Tetapi mengisolasi negara ini terbukti tidak membawa hasil. Karena itu, memulai sesuatu yang baru merupakan langkah yang benar.

Mengenai tema Perang Irak dan Amerika Serikat, harian Swiss "Der Tages-Anzeiger" yang terbit di Zürich berkomentar:

Informasi penyiksaan dengan metode "waterboarding" oleh dinas rahasia AS belakangan ini semakin terkuak. Selambatnya pada pertengahan tahun 2002, AS menyatakan telah berhasil mengorek pengakuan tahanan bahwa Osama bin Laden bekerja sama dengan Saddam Hussein. Saat itu, serangan terhadap Irak sudah diputuskan. Kini, akibat krisis ekonomi global dapat dimengerti jika pengganti Bush, Presiden Obama tidak ingin menengok ke belakang melainkan ke depan. Namun, jika Obama tidak ingin dilibatkan dengan tuduhan-tuduhan untuk masa lalu AS, ia harus menjelaskan hal-hal yang masih terselubung dalam perang Irak.

dpa/AFP/Christa Saloh

Editor: Agus Setiawan