1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ASEAN: Membangun Kerjasama Ekonomi dengan Selandia Baru-Australia, Menangani Pengungsi Rohingya

27 Februari 2009

Selain menandatangai perjanjian zona perdagangan bebas dengan Selandia Baru dan Australia, pertemuan Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara ASEAN di Thailand sepakat untuk menangani serius pengungsi Rohingya.

https://p.dw.com/p/H2Uz
Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva berbincang dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, dalam pertemuan ASEAN di ThialandFoto: AP

Para pemimpin dari sepuluh negara yang tergabung dalam Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara ASEAN, menggelar pertemuan selama tiga hari di kawasan wisata pantai Hua Hin, Thailand, mulai Jumat ini (27/02).

Agenda utama pertemuan ini adalah mengatasi dampak krisis keuangan global. Sebab negara-negara ASEAN sangat tergantung terhadap sektor ekspor, terutama ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang perekonomiannya kini sedang menurun tajam. Salah satu solusi yang diambil adalah dengan menandatangi perjanjian perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru.

Pertemuan ASEAN yang dipimpin Thailand ini merupakan yang pertama kalinya di bawah piagam ASEAN yang baru, yang menggariskan hak dan tanggung jawab anggotanya. Piagam ASEAN yang ditandatangani Desember 2008 lalu ini merupakan langkah baru bagi kawasan Asia Tenggara, ujar Sekretaris Jendral ASEAN, Surin Pitsuwan: "Dunia memandang ASEAN lebih serius sebagian besar karena kita berada di bawah piagam ASEAN. Sebuah organisasi yang berpiagam, yang masyarakat internasional dan barat memandangnya sebagai kontrak, hidup dalam piagam berarti banyak sebab terdapat tuntutan di dalamnya, yang harus dipenuhi.“

Namun selain masalah ekonomi, ASEAN juga menghadapi isu hak asasi manusia yang cukup pelik, terutama kegagalan dalam menghentikan pelanggaran HAM di Myanmar. Para pegiat dan pemantau HAM mengritisi pembentukan badan HAM di bawah piagam ASEAN ini tidak punya kekuatan karena keterbatasan mandat dan kebijakan tidak boleh mencampuri kebijakan dalam negeri. Badan tersebut juga tidak memiliki kekuatan untuk menginvestigasi pelanggaran HAM.

Amnesty International, Human Rights Watch dan lembaga HAM non pemerintah sebelum pertemuan memperingatkan ASEAN pentingnya menghentikan perlakuan buruk terhadap manusia perahu, pengungsi Rohingya, yang akhir-akhir ini marak diberitakan. Tidak ketinggalan pula desakan terhadap ASEAN untuk menghentikan pelanggaran HAM yang dilakukan Junta Militer Myanmar terhadap para politisi pro demokrasi.

Juru bicara Alternative ASEAN, Debbie Stothardt mengatakan: "Telah lama masyarakat sipil dan aktivis memperhatikan bahwa piagam ASEAN ini tidak mempunyai gigi. Namun sejak piagam itu sudah ada kita harus sebaik mungkin memanfaatkannya. Itu sebabnya mengapa kami membuat catatan kecil kondisi terkini Burma setelah penandatangan piagam itu dan gambarannya tak begitu baik.“

Para aktivis ASEAN dan parlemen kawasan ASEAN percaya bahwa kuncinya adalah bagaimana para pemimpin ASEAN dapat menekan Myanmar agar segera melakukan perubahan kebijakan politik dan mengakhiri pelanggaran HAM.

Lorenzo Tanada, pemimpin komisi HAM parlemen Filipina mengungkapkan tantangan ini merupakan uji coba ASEAN dalam mendapatkan tempat di panggung internasional: "Intergritas organisasi ini dipertanyakan bila tidak melakukan apapun terkait dengan isu Burma, terutama menjelang pemilu 2010 sesaat lagi.Sebab kita sudah mengetahui kenyataan bahwa pemilihan ini akan digunakan junta militer untuk melegitimasi diri.“

Sekitar 24 dokumen akan diadopsi atau ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN, menteri-menteri luar negeri dan menteri-menteri ekonomi dalam pertemuan tiga hari ini di Thailand. Satu dokumen kuncinya adalah peta jalan menuju masyarakat ASEAN 2015. Dokumen lainnya termasuk cetak biru keamanan politik komunitas, dokumen integrasi ASEAN dan ketahanan pangan kawasan. (ap)