1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
IklimAfrika

Bagaimana Petani Etiopia Menyiasati Kekeringan Ekstrem?

Alistair Walsh
27 Februari 2024

Kekeringan ekstrem di Etiopia menyeret jutaan penduduk ke jurang kelaparan. Solusinya adalah pertanian berkelanjutan untuk menyiasati iklim yang kian ekstrem. Namun perang menghambat kemajuan.

https://p.dw.com/p/4ctuS
Kekeringan di Etiopia
Kekeringan di EtiopiaFoto: Mariel Mueller/ Haileselassie Million/DW

Pada hari tertentu, Gebremedhin Hagos bosa mengumpulkan uang untuk membeli makan, "tapi di lain hari saya pergi tidur dengan perut lapar," kata petani Etiopia itu.

Hagos dan jutaan petani lain di Etiopia sedang kelimpungan menghadapi musim kemarau paling parah sejak 40 tahun terakhir. Ribuan hektar lahan pertanian meranggas dan puluhan ribu hewan ternak mati karena tidak cukup pakan.

"Kami sedang kelaparan. Saya dalam krisis," kata Gebremedhin yang berusia 70 tahun. "Apa yang kami bisa lakukan? Ke mana kami bisa pergi?"

Sebanyak 16 juta penduduk Etiopia tercatat mengalami rawan pangan. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami malnutrisi atau keterlambatan pertumbuhan. Penyebabnya adalah perang saudara, krisis ekonomi dan kekeringan yang 100 kali lipat lebih dahsyat akibat pemanasan global.

Konflik perparah krisis

Negara bagian Tigray adalah yang paling terdampak, akibat dilanda konflik brutal antara pasukan pemberontak dan militer sejak dua tahun terakhir. Perserikatan Bangsa-bangsa mewanti-wanti terhadap bencana kelaparan di sana. Ratusan orang dikabarkan telah meninggal dunia akibat kelaparan dalam enam bulan terakhir.

Untuk mencegah bencana, PBB menyediakan bantuan bagi sekitar tiga juta warga Etiopia yang kebanyakan berada di Tigray. Namun solusi berkepanjangan bagi krisis pangan di Etiopia terletak pada kemampuan sektor pertanian beradaptasi dengan iklim yang berubah.

"Adalah hal fundamental untuk membantu penduduk Etiopia membangun daya tahan yang tinggi," kata Claire Nevill, juru bicara Program Pangan PBB, WFP, di Etiopia. "Dan memastikan bahwa penduduk memiliki solusi untuk bisa berswasembada secara mandiri dan menjamin pasokan pangan secara jangka panjang agar tidak lagi dilanda kelaparan."

Kembali ke dasar pertanian

Abiyot Teklu, asisten guru besar pertanian di Addis Ababa University, meyakini "pertanian yang cerdas iklim" atau CSA akan bisa membantu Etiopia menjamin produksi pangan di masa depan.

CSA pada dasarnya menawarkan solusi pertanian berkelanjutan bagi petani Etiopia karena masih sepenuhnya bergantung pada air hujan.

Salah satunya adalah konsep wanatani yang memiliki tradisi panjang di selatan Etiopia dan cocok dipraktikkan di dataran tinggi dan kawasan perbukitan, kata Teklu. Wanatani dikerjakan dengan cara membudidayakan tanaman pertanian dan pepohonan di satu tempat. Idenya adalah membuka lahan tanam tanpa menebang hutan atau mendorong reboisasi di perkebunan.

Sebuah riset menyimpulkan, tradisi wanatani di halaman-halaman rumah Etiopia selama ini berhasil menghijaukan kawasan tandus dan menciptakan kondisi tanah yang kaya nutrisi serta hasil panen yang berkualitas.

"Rasanya seperti tabungan bank, saya bisa mendapat berbagai jenis makanan kapan pun saya membutuhkan," kata seorang petani lokal kepada para peneliti.

Selamatkan Tanah Pantai Gading dengan Wanatani

Peringatan dini cuaca ekstrem

Metode lain CSA adalah pertanian konservasi yang berusaha melindungi kualitas tanah. Konsepnya mencakup solusi kecil seperti membiarkan sampah organik bertebaran di ladang paskapanen, ketimbang dibakar, kata Teklu. Cara ini memperbaiki kualitas tanah dan melindungi lahan dari abrasi.

Teklu mengakui, krisis air dan perang menyulitkan petani memperbaiki metode budi daya. Tapi dia meyakini "masih ada peluang" untuk mengajak petani Etiopia untuk berinvestasi pada "pendekatan jangka panjang," serta mengeksplorasi sumber daya air tanah.

Solusi jangka panjang juga didahulukan oleh Program Pangan PBB dalam menghadapi krisis malnutrisi di Etiopia. WFP sedang mengembangkan sistem peringatan dini bagi petani untuk menghadapi bencana cuaca seperti banjir atau kekeringan. Sistem ini menyaratkan tabungan uang dan bahan pangan di masa subur demi perlindungan di tengah bencana.

WFP juga menawarkan akan membeli hasil panen milik petani di barat Etiopia untuk "dibagikan kepada pengungsi Sudan Selatan di Etiopia," kata Claire Nevill. Petani nantinya akan mampu membeli mesin dan alat tani, serta pupuk atau bibit yang unggul.

Namun begitu, prioritas terbesar saat ini tetaplah bantuan kemanusiaan jangka pendek.

"Dengan minimnya bantuan pangan saat ini, kerentanan pangan di Etiopia diyakini akan memburuk," kata  Mikiale Muruts, juru bicara Biro Pertanian dan Sumber Daya Alam di Tigray. "Masyarakat kami sedang sekarat."

(rzn/hp)