Bandung di Jantung Politik Dunia
Konferensi Asia Afrika 1955 menempatkan Bandung sebagai episentrum kekuatan politik negara berkembang. Pertemuan itu juga digunakan berbagai negara untuk mengusung agenda pribadi, termasuk untuk menolak negara Malaysia.
Episentrum Politik Dunia
Sebanyak 29 negara yang baru atau belum merdeka mencoba membebaskan diri dari himpitan neokolonialisme dengan berkumpul di Bandung. Setidaknya pada tanggal 18 April 1955, kota tersebut menjadi pusat episentrum kekuatan politik negara-negara berkembang yang muak dengan tekanan Perang Dingin.
Netralitas di Tengah Perang Dingin
Konfrensi Asia Afrika di Bandung diikuti oleh 23 negara Asia dan enam negara Afrika yang mewakili separuh penduduk Bumi. Saat itu Perang Dingin antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat sedang memuncak. Konferensi di Bandung nantinya menjadi batu loncatan bagi terbentuknya kelompok negara-negara Non Blok.
Kepiawaian Nasser
Konferensi yang disiapkan oleh Ruslan Abdulgani itu antara lain dihadiri oleh Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser (3 dr. Ki.) dan pangeran Faisal Ibn Abdul Azis yang kemudian menjadi raja Arab Saudi (2 dr. Ki.) Terutama Nasser menjadi figur utama dalam konfrensi di Bandung. Ia antara lain berhasil membujuk negara lain mendukung kemerdekaan Tunisa, Aljazair dan Maroko dari penjajahan Perancis.
Misi Zhou
Perdana Menteri Cina, Zhou En Lai adalah nama mentereng lain yang hadir di Bandung. Zhou sempat selamat dari percobaan pembunuhan sesaat sebelum bertolak ke Indonesia. Di konfrensi Asia-Afrika pemimpin Cina itu memiliki misi besar, yakni memperkuat posisi Cina di dunia internasional dan mengisolasi Taiwan.
Loyalitas Tionghoa
PM Cina Zhou, tampak berbicara dengan Mufti Palestina Amin al Husaini, juga menandatangani deklarasi yang menyerukan kepada warga Tionghoa di luar negeri agar menyatakan loyalitas terhadap negara tempat tinggal dan bukan kepada Cina. Point tersebut adalah isu sensitif buat Indonesia dan beberapa negara lain yang hadir dalam konferensi.
Papua di Tangan Sukarno
Serupa kepala negara lain, Sukarno memanfaatkan Konferensi Asia Afrika buat mendorong agenda sendiri. Ia misalnya sukses memasukkan butir penolakan terhadap pembentukan negara Malaysia oleh Inggris dan membetoni klaim Indonesia atas Papua Barat.
Lima Menentang Adidaya
Kendati kemudian menghilang, Konferensi Asia-Afrika membuka jalan bagi terbentuknya Gerakan Non Blok yang digalang oleh Sukarno, Gamal Abdul Nasser, PM India Jawaharlal Nehru, Presiden Ghana Kwame Nkrumah dan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito. Kelima negarawan sepakat menerapkan konsep "netralitas positif" untuk menghindari himpitan dua adidaya, Uni Sovyet dan Amerika Serikat.