1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRusia

Bisakah Rusia Jadi Penengah Dalam Konflik Israel-Hamas?

2 November 2023

Moskow belum lama ini menerima delegasi Hamas. Rusia juga menyalahkan Amerika Serikat dan Barat atas pecahnya konflik dan kekerasan di Jalur Gaza.

https://p.dw.com/p/4YJRs
Warga yang marah menyerbu bandara di Dagestan
Warga yang marah menyerbu bandara di Dagestan setelah pesawat dari Israel mendaratFoto: Ramazan Rashidov/TASS/dpa/picture alliance

Menurut sikap resmi Rusia tentang perang antara Hamas dan Israel, AS harus disalahkan atas meruncingnya konflik tersebut, yang dipicu serangan teroris kelompok militan Hamas ke Israel. Moskow menyebutkan AS bertanggungjawab atas ketegangan di Timur Tengah. Sebaliknya, Rusia menyatakan menginginkan perdamaian dan akan melakukan segala upaya untuk mengakhiri perang.

"Namun kenyataannya, kepentingan Rusia berbeda dari posisi resminya", kata pakar Timur Tengah Rusia Ruslan Suleymanov kepada DW. Rusia saat ini mendapat manfaat dari konflik Israel-Hamas dan justru ingin melihat konflik ini berlarut-larut. Rusia mungkin justru menyambut baik konflik yang meluas karena hal ini akan merugikan AS.

"Rusia dan Cina saling berjabat tangan, menyaksikan dengan gembira situasi yang terjadi (di Timur Tengah),” papar Ruslan Suleymano, karena "AS dan negara-negara Barat lainnya kini menaruh perhatian pada Timur Tengah dan bukan lagi pada perang Ukraina.”

Konstantin Pachalyuk, ilmuwan politik Rusia yang baru-baru ini beremigrasi ke Israel, sependapat. Dia juga yakin Rusia senang ketika perhatian global beralih dari Ukraina ke Israel.

Kehancuran di Jalur Gaza setelah serangan balasan Israel
Kehancuran di Jalur Gaza setelah serangan balasan IsraelFoto: Menahem Kahana/AFP/Getty Images

Manfaat konflik Timur Tengah bagi Rusia

Ada dua alasan mengapa Konstantin Pachalyuk berpendapat Presiden Rusia Vladimir Putin mendapatkan keuntungan dari konflik Israel-Hamas. "Di satu sisi, propaganda Rusia dapat memanfaatkan konflik tersebut untuk menakut-nakuti penduduk Rusia", kata analis tersebut kepada DW. Pesan-pesan propaganda, katanya, akan menunjukkan bahwa semua orang menuduh Rusia memulai perang di Ukraina, tetapi sekarang Israel berperilaku lebih buruk dan Amerika tidak bisa berbuat apa-apa.

Propaganda Rusia akan menyiratkan adanya ancaman perang yang lebih besar, dan Barat yang harus disalahkan atas hal ini. Konstantin Pachalyuk mengatakan, propaganda Rusia akan berusaha membuat narasi: "Apa yang Anda salahkan dari Rusia? Secara moral, tidak ada yang bisa menyalahkan kami."

"Di sisi lain, Rusia kini mungkin makin menunjukkan kedekatannya dengan dunia Islam", ujar Pachalyuk lebih lanjut. Sekalipun Rusia tidak lagi memiliki pengaruh nyata di kawasan itu, baik di Suriah, Mesir, maupun Iran. Oleh karena itu, Rusia ingin menunjukkan kepada dunia Arab, banyak warga Muslim yang tinggal di Rusia, dan semuanya mendukung Palestina.

Cari warga Israel, Bandara Dagestan Diserbu

Bisakah Rusia bertindak sebagai mediator?

Ilmuwan politik dan ekonom Rusia Mikhail Krutikhin, yang tinggal di Norwegia, sama sekali tidak setuju dengan hal ini. "Perang di Timur Tengah justru akan merugikan Rusia secara politik", katanya kepada DW. Serangan antisemit baru-baru ini di beberapa wilayah mayoritas Muslim di Rusia, menimbulkan masalah bagi Rusia sendiri. Dia khususnya merujuk pada insiden di Dagestan, di mana ribuan orang yang marah menyerbu bandara Makhachkala setelah sebuah pesawat dari Tel Aviv mendarat.

"Saya pikir ini akan berdampak sangat negatif terhadap stabilitas politik di Rusia,” kata Mikhail Krutichin. Moskow harus lebih berhati-hati setelah insiden ini dan mengurangi retorika antisemitismenya, jika ingin menghindari destabilisasi di wilayahnya.

"Rusia bisa mendapat keuntungan, jika ada kenaikan harga minyak yang signifikan setelah konflik ini", tambah Krutichin. Namun hal ini tidak terjadi. Sebaliknya, harga minyak untuk sementara turun karena tidak ada negara penghasil minyak yang siap berperang untuk mendukung Palestina.

"Kunjungan kontroversial delegasi Hamas ke Moskow beberapa hari lalu, yang menuai kritik keras dari Israel, tidak akan berdampak signifikan dalam membawa perdamaian di wilayah tersebut", kata Kontsantin Pachalyuk. Tujuan utama pertemuan itu adalah untuk membebaskan sandera Rusia, tambahnya..

Ruslan Suleymanov berpendapat, kontak Rusia dengan Hamas terjadi karena ketersinggungan pribadi Vladimir Putin terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. "Menurut saya, (Presiden Rusia Vladimir) Putin secara pribadi merasa tersinggung oleh (Perdana Menteri Israel) Benjamin Netanyahu. Netanyahu (selama ini) dianggap sebagai teman Putin, dia sering mengunjungi Moskow,” katanya. Putin berharap Netanyahu akan mendukungnya dalam perang melawan Ukraina. Namun Israel ternyata tidak memihak Rusia, dan Putin belum memaafkan Netanyahu atas hal ini.

"Putin tampaknya ingin mengirimkan pesan bahwa jika Anda (Israel) berperilaku seperti ini, kami akan memperdalam hubungan kami dengan musuh bebuyutan Anda, Iran, dan dengan proxy Iran di Timur Tengah, Hamas,” pungkas Ruslan Suleymanov.

(hp/as)

 

Juri Rescheto menyiarkan dari Riga, Latvia
Juri Rescheto Kepala Biro DW Riga, Latvia