Cina dan India Pesat, Indonesia Membaik
17 September 2007Dalam Prakiraan Ekonomi Bank Pembangunan Asia ADB yang baru saja diluncurkan, disebutkan bahwa perkembangan selama semester pertama merupakan dasar prakiraan mereka.
Ifzal Ali, Kepala Tim Ekonom ADB mengungkapkan dalam wawancara khusus dengan DW:
"Selama semester pertama lalu pertumbuhan ekonomi Asia sangatlah pesat. Cina tumbuh 11,5%, yang paling tinggi pertumbuhannya sepanjang masa sesudah tahun 1994. Pertumbuhan ekonomi India tercatat 9,3%, paling tinggi dalam 18 tahun. Angka pertumbuhan ekonomi Filipina juga yang tertinggi selama 20 tahun. Indonesia juga akhirnya beranjak maju, dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen. Asia tengah juga menunjukan angka pertumbuhan di atas 10 persen. Apa yang dicapai selama setengah tahun pertama 2007 itu menyediakan landasan yang kuat, dan suatu momentum sangat menentukan bagi Asia untuk terus melaju."
Tulung punggung pertumbuhan ekonomi Asia selama beberapa tahun terakhir ini adalah dua raksasa ekonomi baru, yakni Cina dan India.
"India dan Cina meliputi lebih dari 55 persen pendapatan kotor negara-negara berkembang Asia. Jadi apa yang terjadi di kedua negara itu pada akan secara mendasar menentukan pula apa yang terjadi di benua Asia secara keseluruhan. Dan di kedua negara, dinamika ekonomi dalam negeri kian menguat. Itulah alasan yang membuat kami begitu yakin mengenai pesatnya prospek pertumbuhan ekonomi Asia"
Yang banyak dikritik mengenai pesatnya ekonomi Cina dan India adalah upah buruh yang ditekan serendah mungkin, bahkan penggunaan tenaga anak-anak miskin sebagai buruh. Cina bahkan disorot juga ihwal pelanggaran HAM. Namun terlepas dari itu, dalam pengamatan ADB, Cina dan India benar-benar mengalami penguatan basis ekonomi nyata.
"Kita mulai dengan India. Tingkat permintaan dalam negeri sangat tinggi selama beberapa tahun terakhir. Baik dalam hal konsumsi rumah tangga maupun investasi. Di Cina, yang paling besar adalah investasi. Penanaman modal untuk aset tak bergerak, tumbuh hampir 27 persen selama 7 bulan pertama tahun ini. Kami juga mencatat pertumbuhan pesat di sektor eceran, baik di perkotaan maupun pedesaan."
Bank Pembangunan Asia ADB dalam prakiraan terbarunya banyak menyorot Asia Timur dan Asia Selatan sebagai motor ekonomi Asia. Yang menarik, banyak negara yang disebut pesat atau setidaknya stabil pertumbuhan ekonominya, padahal secara plitik sangat tidak stabil. Terutama negara-negara Asia Selatan seperti Pakistan dan Bangladesh. Tentang itu, ADB punya penjelasannya. Izdal Ali:
"Di Bangladesh, pemerintah peralihan menjalankan sejumlah agenda seperti pemberantasan korupsi, peningkatan kesejahteraan, perbaikan iklim usaha dan investasi, dan pembersihan tata pemerintahan. Ini membuat Bangladesh berada di jalur yang stabil. Begitupun Pakistan. Memang terjadi ketidak-stabilan politik. Namun sejauh ini masalahyna tidak melintas ke dunia usaha, sektor bisnis dan penanaman modal. Bahkan juga di India sedikit banyak terjadi juga ketidakstabilan politik. Namun pengaruhnya terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi bisa dibatasi. "
Kemudian bagaimana dengan Indonesia?
"Di Indonesia, dibandingkan tahun 2005 dan 2006, inflasi bisa dikendalikan. Tingkat konsumsi meninggi, investasi swasta meningkat. Dan pemerintah mengambil berbagai langkah untuk memperbaiki iklim usaha. Jika Iondonesia mampu menjaga tingkat perbaikan iklim usaha seperti itu, kami yakin negeri itu akan mampu bangkit dari tingkat pertumbuhan 5% menjadi di atas 6%. Dan melihat apa yang terjadi di Indonesia, kami sangat gembira bahwa Indonesia tampaknya benar-beanr bangkit.
Izdal Ali menyebut, seluruh pesatnya pertumbuhan ekonomi Asia kali ini didasarkan pada fundamental ekonomi yang nyata. Tidak seperti 10 tahun lalu. Sehingga krisis moneter dan ekonomi seperti tahun 1997 diyakini tidak akan terulang. Terlepas dari cerahnya prospek ekonomi Asia, apa saja faktor-faktor yang bisa sangat mengancam? Ifzal Ali, Direktur Tim Ekonom ADB:
"Yang pertama, tentu saja lonjakan harga minyak yang tak menentu. Banyak negara Asia sangat twergantung pada minyak. Dan lonjakan harga seperti itu bisa sangat mengacaukan. Faktor lain adalah ketidakpastian politik di sejumlah negara. Ketidakpastian politik bisa mengarah pada kelumpuhan kebijakan. Dan itu akan sangat mengancam keberlangsungan proses pertumbuhan di Asia."