Dana Seni Jerman Dipangkas, Berlin Tak Lagi Seksi?
11 Desember 2024Jerman getol mempromosikan dirinya sebagai negara budaya. Namun citra itu bisa jadi bakal ambrol mengingat rencana Negara Bagian Berlin untuk memangkas dana seni sebesar 12%. Pemicunya: Apa lagi jika bukan kekurangan duit.
Pemangkasan tersebut akan memengaruhi lembaga-lembaga ternama dunia dan organisasi-organisasi independen di bidang teater, orkestra, sinema, tari, dan sastra—yang biasanya dapat kucuran bantuan dari anggaran seni budaya.
Dewan Kebudayaan Jerman, yang merupakan organisasi induk bagi asosiasi-asosiasi seni, telah mewanti-wanti bahwa "zaman keemasan budaya telah berakhir."
Situasi serupa terjadi di seluruh negeri, dengan kotamadya dan negara bagian yang semakin kewalahan menghadapi kesulitan keuangan. Pemerintah pusat yang merupakan sumber pendanaan penting, juga mengencangkan ikat pinggang. Setelah runtuhnya pemerintahan koalisi Partai Sosial Demokrat SPD, Partai Hijau dan Liberal Demokrat FDP, pemerintah kekurangan anggaran untuk tahun 2025. Ini adalah masa-masa yang penuh ketidakpastian bagi dunia seni. Jadi, apa yang dapat diharapkan oleh mereka yang bergerak di bidang seni?
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dana dari pemerintah berkurang
Sampai saat ini, pendanaan seni di Jerman tampak baik-baik saja. Menurut Laporan Keuangan Budaya Kantor Statistik Federal untuk tahun 2022, belanja publik hanya bergerak ke satu arah dalam beberapa tahun terakhir, yakni terus naik.
Ongkos belanja publik meningkat dari €9,3 miliar pada tahun 2010 menjadi €14,5 miliar pada tahun 2020, atau meningkat sebesar 55,1%. Namun bakal bikin penasaran melihat angka-angka baru yang akan dipublikasikan pada bulan Desember ini nanti.
"Berlin memang miskin, tapi seksi" — demikian slogan era 2000-an yang dicetuskan Wali Kota Berlin saat itu, Klaus Wowereit. Namun saat ini, slogan terkenal itu terdengar seperti ejekan di telinga banyak profesional seni. Senat Berlin yang saat ini dipimpin Partai Demokrat Kristen CDU memangkas anggarannya sebesar €3 miliar, dengan anggaran di bidang seni turun sebesar €130 juta.
Dunia budaya mulai dihantui kengerian. Para seniman dan organisasi angkat suara, dan pekerja budaya baru-baru ini menggelar demonstrasi besar di Gerbang Brandenburg di Berlin.
Daftar panjang pemotongan anggaran di Berlin
Pemotongan anggaran memengaruhi sektor dan lembaga budaya secara berbeda. Teater Schaubühne di Berlin, yang menghadapi pemotongan anggaran sebesar €1,8 juta, tanpa kompensasi atas kenaikan upah, khawatir akan segera bangkrut, karena dia adalah perseroan terbatas.
Berliner Ensemble, yang menghadapi pemotongan anggaran sebesar €1,75 juta, harus membatalkan produksi. Begitu pula teater remaja Grips, yang anggarannya akan dipotong sebesar €300.000. Theater an der Parkaue untuk anak-anak dan remaja akan kehilangan €800.000 dan Deutsches Theater diperkirakan akan mengalami pemotongan anggaran sampai €3 juta.
Yang juga masuk dalam daftar pemotongan anggaran adalah Konzerthaus am Gendarmenmarkt, dengan anggaran sebesar €1,8 juta, sementara Friedrichstadt-Palast menghadapi penurunan anggaran sebesar €1,6 juta. Rumah-rumah sastra di Berlin ikut deg-degan dengan pemangkasan anggaran sebesar €450.000, dan masih banyak lembaga lainnya diselimuti kecemasan serupa.
Apakah pemotongan dana ini akan menyebabkan Berlin kehilangan daya tarik internasionalnya? Akankah kota yang pernah terpecah, lalu bersatu kembali ini menjadi "kota kerdil budaya," bahkan "kota metropolitan yang menyusut tanpa jiwa", seperti yang dinyatakan seorang sutradara teater di depan umum,?
Menelisik situasi ekonomi dan keuangan serta penurunan dana seni, Dorothea Gregor, pakar budaya di Liz Mohn Foundation, mengatakan kepada DW bahwa teater dan lembaga budaya Jerman menghadapi "perubahan struktural yang besar."
Dia mengatakan banyak teater "terlalu menganggap remeh bahwa uang akan terus mengalir seperti sebelumnya," dan menambahkan bahwa direktur artistik perlu mencari tahu bagaimana mereka dapat menjalankan teater mereka dengan lebih efisien sambil tetap memberikan kualitas terbaik. Dia mengatakan pemikiran kewirausahaan diperlukan, termasuk dalam hal menemukan opsi pendanaan baru.
'Apa nilai seni dan budaya?'
Lutz Hillmann, direktur Deutsch-Sorbisches Volkstheater di Bautzen, negara bagian Sachsen, dan ketua Asosiasi Panggung Jerman mengamati perdebatan tentang pemotongan anggaran di Berlin dengan rasa tidak berdaya.
Negara Bagian Sachsen di timur Jerman juga menghadapi situasi anggaran yang kritis, dengan konsekuensi serius bagi lanskap budaya museum, teater, dan orkestra. Hillmann mengatakan teater-teater di kota-kota Zwickau, Freiberg, Annaberg-Buchholz, Görlitz-Zittau, dan bahkan Chemnitz — yang akan menjadi Ibu Kota Kebudayaan Eropa pada tahun 2025 — mengkhawatirkan eksistensi mereka.
"Apa nilai seni dan budaya?" kata Hillmann. "Jika politisi memutuskan bahwa seni tidak begitu penting bagi negara, negara bagian, kota, dan kotamadya, maka hal itu akan berdampak!"
"Kami adalah tempat pertemuan sosial, kami bekerja dengan anak-anak dan kaum muda, kami pergi ke arena publik, kami berjejaring," katanya.
Hillmann menekankan bahwa pertunjukan budaya sangat penting di daerah pedesaan. "Jika kita tidak memperhatikan hal ini," ia memperingatkan, "kita akan mendapatkan hasil pemilu yang lebih buruk karena orang-orang akan semakin tidak puas."
Budaya membantu promosikan wacana demokrasi
Direktur pelaksana Dewan Budaya Jerman, Olaf Zimmermann, memiliki pandangan yang sama. "Saat ini, tempat-tempat budaya sangat dibutuhkan untuk membahas isu-isu terkini, untuk menyediakan wadah bagi wacana demokrasi, untuk merangsang refleksi atau sekadar untuk menciptakan kohesi," tulis Zimmermann dalam terbitan terbaru dari publikasi asosiasi tersebut.
"Pemotongan anggaran untuk lembaga juga akan berdampak pada kancah independen dan industri seni serta kreatif," asosiasi tersebut memperingatkan. Dari Köln hingga Dresden, ada ancaman pemotongan anggaran seni yang akan sangat terasa.
Zimmermann menekankan bahwa anggaran yang ketat tidak boleh menandakan berakhirnya proyek-proyek penting seperti memperkenalkan upah minimum untuk seniman, digitalisasi, atau meningkatkan keberlanjutan lingkungan dari sektor seni.
Dorothea Gregor dari Yayasan Liz Mohn mengatakan ada kurangnya komunikasi antara lembaga budaya dan para donaturnya, bahkan benar-benar "terasing." Ia mengatakan penting bagi kedua belah pihak untuk duduk bersama dan membahas langkah selanjutnya sebagai pihak yang setara. "Kita berada di perahu yang sama," ujarnya, "tidak ada seorang pun, bahkan di Berlin, yang mengatakan kita tidak lagi membutuhkan seni."
Menurut studi Cultural Relevance Monitor yang dilakukan oleh Liz Mohn Foundation, 91% orang di Jerman menginginkan agar persembahan seni, seperti teater, dilestarikan untuk generasi mendatang karena merupakan bagian dari identitas budaya Jerman. 75% responden juga merasa bahwa persembahan seni harus terus didukung dengan dana publik.
Menurut Dorothea Gregor, tidak ada tempat di dunia yang kepadatan teater, orkestra, dan gedung operanya lebih tinggi daripada di Jerman. "Ketika saya pergi ke teater," katanya, "itulah cara terbaik untuk melihat uang pajak saya dimanfaatkan."
Artikel ini aslinya ditulis dalam bahasa Jerman.