Depresi Pascapersalinan: Ayah Baru Juga Mengalami Baby Blues
18 Desember 2024Sebuah uji coba program terapi perilaku kognitif terbaru menunjukkan langkah untuk memberikan dukungan yang lebih besar bagi para ayah baru yang mengalami depresi pascapersalinan. Hal yang selama ini kurang diketahui terjadi pada para pria.
Meskipun depresi pascamelahirkan umum terjadi pada wanita - mempengaruhi sekitar 25% ibu baru - depresi ini juga mempengaruhi 10% ayah baru. Dampak emosional dan psikologis pada pria juga bisa sama besarnya.
Sebuah intervensi pelatihan orang tua baru yang menyoroti landasan perkembangan anak dan pengasuhan berbasis permainan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan bagi para pria yang mengalami kondisi tersebut. Hasil uji coba selama 18 bulan ini telah dipublikasikan dalam jurnal JAMA Psychiatry.
Di antara 357 ayah baru yang dibagi menjadi dua kelompok uji coba, mereka yang mengikuti program "Belajar Melalui Bermain Plus Ayah” menunjukkan penurunan gejala depresi. Anak-anak juga mendapat manfaat.
"Anak-anak dari ayah yang menerima intervensi menunjukkan perkembangan sosial dan emosional yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dari ayah yang tidak menerima intervensi,” ujar pemimpin penelitian Ishrat Husain dari Universitas Toronto, Kanada.
Depresi pascamelahirkan pada pria sulit dikenali
Tingkat depresi dan depresi pascapersalinan lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, di mana akses terhadap penilaian dan perawatan kesehatan mental berbasis bukti bisa jadi terbatas.
Penelitian terbaru Husain muncul dari hasil kerja sama dengan para ibu yang menangani depresi pascamelahirkan di Pakistan.
"Selama kelompok kami bekerja dengan para ibu yang mengalami depresi pascamelahirkan di Pakistan, kami didekati oleh mitra mereka untuk mengembangkan intervensi serupa bagi mereka,” kata Husain.
Perawatan Husain untuk depresi pascapersalinan adalah salah satu dari banyak perawatan yang sedang diujicobakan di seluruh dunia.
Secara umum, mereka menemukan bahwa intervensi dukungan serupa cukup efektif untuk mengobati depresi ini pada pria dan wanita, terutama bila digabungkan dengan antidepresan.
Para ahli mengatakan bahwa masalah utamanya adalah bahwa depresi pascamelahirkan pada pria merupakan masalah yang kurang dikenal, sehingga orang sering tidak menyadari bahwa pengobatan yang efektif tersedia.
Ada juga sedikit penelitian tentang faktor sosiokultural yang terkait dengan depresi pascapersalinan, dan apakah perubahan tingkat kebijakan seperti cuti melahirkan untuk ayah membantu psikologi keluarga.
Apa perbedaan depresi pascapersalinan antara pria dan wanita?
Sementara para ibu yang mengalami depresi pascapersalinan sering menunjukkan kesedihan dan kecemasan, para pria mungkin mengalami gejala-gejala yang tidak terlalu mudah dikenali sebagai depresi.
Tanda-tanda umumnya seperti:
- Mudah tersinggung atau marah: Ayah mungkin menjadi pemarah atau mudah frustrasi.
- Menarik diri: Mereka mungkin mengisolasi diri dari keluarga atau menghindari ikatan dengan bayi mereka.
- Perilaku berisiko: Beberapa terlibat dalam penggunaan narkoba, perjudian, atau tindakan impulsif lainnya sebagai mekanisme koping.
- Perubahan yang berhubungan dengan pekerjaan: Bekerja berlebihan atau penurunan produktivitas secara tiba-tiba dapat menjadi tanda penghindaran atau perasaan tidak mampu.
- Gejala fisik: Kelelahan, sakit kepala, atau perubahan nafsu makan dapat menyertai pergulatan emosional.
Depresi pascamelahirkan pada orang tua telah terbukti mengganggu kinerja kognitif anak, dapat menimbulkan gangguan perilaku, dan rasa tidak aman akan keterikatan.
Masalah-masalah ini dapat berlanjut hingga masa kanak-kanak dan remaja, sehingga penting untuk menemukan pengobatan yang efektif untuk depresi pascapersalinan.
Apa yang menyebabkan depresi pascapersalinan?
Para ilmuwan tidak memiliki jawaban pasti tentang penyebab depresi pascapersalinan.
Husain menjelaskan bahwa depresi pascapersalinan pada pria dan wanita disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Ini termasuk faktor biologis seperti kerentanan genetik terhadap depresi, faktor harga diri yang rendah, dan faktor sosial seperti tekanan keuangan dan isolasi sosial yang dialami banyak orang tua baru.
Bagi wanita, kehamilan mengubah bagian otak mereka. Wanita juga mengalami pergeseran tingkat hormon dalam masa transisi menuju kehamilan dan setelah melahirkan. Pergeseran hormon ini dapat mengganggu pengaturan suasana hati, terutama pada orang yang lebih rentan terhadap fluktuasi hormon.
Secara alami, perubahan ini tidak terjadi dengan cara yang sama pada pria. Namun penelitian menunjukkan bahwa pria memang mengalami perubahan hormon ketika mereka menjadi ayah.
"Penelitian pada pria dengan depresi pascamelahirkan telah menunjukkan perubahan struktur dan fungsi otak pada ayah dibandingkan dengan pria yang tidak memiliki anak, serta penurunan kadar testosteron pada ayah yang sedang menanti kelahiran bayinya,” kata Husain.
Para peneliti sedang berusaha memahami bagaimana sistem ini berkaitan dan mengapa beberapa orang mengalami depresi pascamelahirkan sementara yang lain tidak. Harapannya adalah mereka dapat mengembangkan cara-cara baru untuk mendeteksi dan mengobati depresi pascamelahirkan para ibu dan ayah dengan lebih baik lagi.
Diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris
Sumber:
Husain MI, Kiran T, Sattar R, et al. A Group Parenting Intervention for Male Postpartum Depression: A Cluster Randomized Clinical Trial. JAMA Psychiatry. Diterbitkan online 02 Oktober 2024.