1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Di Turki, Kasus Kekerasan Anak Terabaikan

30 September 2024

Masyarakat Turki dikejutkan dengan kejadian pembunuhan anak berusia delapan tahun. Ahli menyebut pemerintah harus bertindak lebih banyak demi memerangi kekerasan terhadap anak.

https://p.dw.com/p/4lDgX
Aksi "protes untuk narin"
Masyarakat Turki melakukan aksi "protes untuk Narin"Foto: Anka

"Cantik,” "sensitif,” "rapuh,” setidaknya begitulah arti kata nama Narin ketika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kasusnya menjadi berita utama di media Turki selama berminggu-minggu. Anak berusia delapan tahun dari desa Tavsantepe, dekat Diyarbakir di bagian tenggara Turki itu, dilaporkan hilang beberapa minggu lalu. Kemudian, mayatnya ditemukan dalam sebuah karung pada tanggal 8 September di bantaran sungai.

Kasus ini mengguncang Turki. Ada banyak laporan dan komentar yang mencuat di sosial media. Menteri Kehakiman Yilmaz Tunc telah mendatangi desa Kurdi tersebut, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan di platform X telah berjanji pihak yang bersalah akan diadili.

Keduanya mengatakan kalau pelaku akan mendapat "hukuman yang terberat.”

Rumah Narin
Suasana tempat kediaman NarinFoto: Hozan Adar/DW

Salah satu hal yang memicu kemarahan publik adalah bahwa seluruh penduduk desa yang berjumlah sekitar 550 orang itu menolak untuk mengatakan sesuatu. Beberapa anggota keluarga Narin, termasuk orang tuanya, dicurigai dan ditahan. Sejauh ini sudah ada 12 orang yang ditangkap, di antaranya paman Narin, kepala desa Tavsantepe.

Dokter forensik mengatakan bahwa gadis itu mati dicekik. Publik berpendapat bahwa seseorang dari desa tersebut pasti mengetahui siapa pembunuh Narin. Hanya saja tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun.

"Turki menghadapi kasus yang rumit. Pembunuhnya dilindungi oleh keluarga korban dan orang-orang yang dekat dengannya,” kata Dokter Forensik dan Direktur Pusat Perlindungan Anak di Universitas Mersin, Halis Dokgoz.

Wilayah tempat Narin tinggal cukup tradisional dan konservatif, dan masyarakatnya didasarkan pada struktur kesukuan. Dalam komunitas seperti itu, anak-anak sering "diobjektifikasi,” artinya kematian mereka diremehkan, kata Dokgoz. Kebanyakan, pelaku dalam kasus-kasus seperti itu adalah orang yang sudah dikenal oleh anak tersebut,” tambahnya.

Lokasi penemuan mayat Narin
Lokasi tempat penemuan Narin, di sungai yang berada dekat rumahnyaFoto: Felat Bozarslan/DW

Kurangnya pencegahan

Kasus Narin bukanlah kasus langka. Menurut Pusat Hak Anak Turki (Turkish Child Rights Center/FISA), setidaknya 64 anak dibunuh dalam 2,5 tahun terakhir. Sering kali akibat kekerasan dalam rumah tangga. FISA mengumpulkan datanya dari sumber-sumber yang dapat diakses publik.

Pihak berwenang Turki belum mempublikasikan data resmi mengenai anak-anak yang terbunuh atau hilang sejak tahun 2016. Statistik terakhir yang dipublikasikan menunjukkan bahwa 104.531 anak dilaporkan hilang di seluruh Turki dalam periode 2008 hingga 2016.

Sekarang, hal tersebut membuat tidak jelas berapa banyak kasus yang terjadi sejak saat itu, tetapi juga berapa banyak dari anak-anak tersebut yang telah ditemukan sejauh ini, apakah hidup atau mati.

Poster aksi protes untuk Narin
Para pengunjuk rasa memegang potret Narin Guran yang berusia delapan tahun, dalam sebuah protes di distrik Kadikoy di Istanbul, pada tanggal 8 September 2024. Jasadnya ditemukan setelah hilang selama 19 hari.Foto: OZAN KOSE/AFP

Para ahli mengkritik kurangnya transparansi dan kebijakan pencegahan di bidang ini dan menyerukan pengumpulan dan publikasi informasi yang sistematis mengenai anak-anak yang hilang. "Untuk menghasilkan solusi politik bagi masalah ini, kita perlu data,” kata Ezgi Koman dari FISA.

Dia mengatakan kalau Komite Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child/CRC) telah mengimbau pihak berwenang Turki selama bertahun-tahun untuk memberikan informasi yang relevan. "Jika mereka memiliki data tapi merahasiakannya, itu berarti mereka tidak ingin bertanggung jawab. Atau, mereka ingin mencegah orang-orang mengetahui betapa seriusnya situasi ini. Atau, anak-anak itu tidak penting bagi mereka,” tegas Koman.

DW telah menyampaikan pernyataan-pernyataan tersebut kepada Kementerian Keluarga Turki dan Institut Statistik Turki (Turkish Stastical Institute/(TUIK), tapi sejauh ini belum mendapat tanggapan yang relevan.

Pihak oposisi juga telah mengajukan pertanyaan parlemen kepada pemerintah, hanya saja tidak mendapat jawaban. Tenggat waktu 15 hari untuk mendapatkan jawaban telah berakhir pada hari Kamis, 19 September.

Pihak oposisi ingin mengetahui berapa banyak anak yang dilaporkan hilang sejak 2016. Menurut statistik yang dimiliki pihak oposisi, jumlahnya lebih dari 10.000 anak. Seorang politisi oposisi dari Partai Republik Rakyat (Republican People's Party/CHP) mengatakan bahwa kurangnya transparansi dalam hal ini merupakan "aib” bagi pemerintah.

"Anak harus tahu haknya”

Kalau data itu tersedia, dokter forensik, pekerja sosial, psikolog, dan polisi dapat mengembangkan strategi untuk mencegah kasus-kasus semacam itu, ucap Dokgoz. "Saat ini, kami tidak tahu apa-apa. Kami menindaklanjuti sebuah kasus hanya setelah kasus tersebut dipublikasikan. Dan, ketika kami melakukannya, kami hanya fokus pada pertanyaan: 'Siapa pembunuhnya? Itu salah,” sebut Dokgoz. Dia merasa bahwa pihak berwenang tidak memiliki motivasi untuk menemukan solusi yang berkelanjutan demi mencegah kasus-kasus semacam itu. Aksi protes pecah di Turki pascakematian Narin yang berusia 8 tahun.

Dia merasa bahwa pihak berwenang tidak memiliki motivasi untuk menemukan solusi yang berkelanjutan untuk mencegah kasus-kasus semacam itu.

Ayah Generasi Baru di Turki

Koordinator Jaringan Advokat Anak (Child advocates Network/CACAV) Sahin Antakyalioglu, memiliki pendapat yang sama. Dia mengatakan bahwa harus ada sistem peringatan yang tersedia untuk umum dengan semua data dan "kebijakan dasar yang berorientasi pada solusi” untuk perlindungan anak.

Hal ini akan mencakup kontak bantuan yang mudah diakses, yang dapat dihubungi oleh semua anak, baik yang tinggal di kota maupun di desa, tegasnya.

Dan, kata Antakyalioglu, juga harus ada "sistem pendidikan yang mengajarkan anak-anak tentang hak-hak yang mereka miliki.”

"Tidak ada gunanya memberikan hak-hak kepada anak jika anak tersebut tidak menyadarinya,” papar Antakyalioglu. "Apakah kita memberi tahu anak-anak di mana mereka dapat melaporkannya jika seseorang menyentuh mereka? Kita harus mulai mengajarkan mereka hal-hal ini bahkan sebelum mereka masuk sekolah.”

Anak-anak harus mampu mengatakan ketika seseorang memaksa mereka untuk melakukan sesuatu,” katanya. Hingga Turki berhasil mengambil semua langkah ini, masyarakat Turki akan terus dikejutkan oleh kasus-kasus seperti yang dialami Narin yang berusia 8 tahun, ujarnya.

Artikel ini diadaptasi dari bahasa Turki.

Burak Ünveren,
Burak Ünveren Editor multimedia dengan fokus pada kebijakan luar negeri Turki dan hubungan Jerman-Turki.