Drama Serbuan Pengungsi ke Pulau Wisata Yunani
Gelombang pengungsi picu eskalasi diantara ribuan pengungsi dan aparat keamanan yang kewalahan di pulau wisata Kos Yunani. Agar situasi tidak makin buruk, Yunani siapkan sebuah kapal sebagai kamp penampungan darurat.
Penampungan Darurat
Kapal laut super besar "Eleftherios Venizelos" disiapkan jadi penampungan darurat. Kapal yang dicarter pemerintah di Athena itu bisa menampung hingga 2.500 pengungsi. Juga di atas kapal akan dilakukan registrasi yang diperlukan pengungsi untuk mendapat izin melanjutkan perjalanan ke daratan Yunani.
Pengungsi Perdana
Pengungsi pertama naik kapal Minggu (16/8) dan akan tinggal beberapa hari di atas kapal untuk mengurus dokumen yang diperlukan. Setelah melakukan registrasi dan mendapat surat-surat yang diperlukan, mereka akan dibawa kapal lebih kecil ke daratan Yunani.
Hanya Untuk Pengungsi Suriah
Para pengungsi sudah menunggu semalaman untuk diizinkan naik kapal. Pejabat Yunani memutuskan, hanya pengungsi asal Suriah yang diizinkan naik ke penampungan darurat itu. Tujuannya untuk mencegah pertikaian antar pengungsi yang berasal dari berbagai negara. Di hari-hari belakangan terjadi bentrokan kekerasan antar pengungsi dan dengan aparat keamanan di pulau Kos.
Pengungsi dari Kawasan Konflik
Pengungsi datang dari berbagai penjuru dunia, menyerbu pulau Kos untuk bisa masuk ke Eropa. Separuhnya berasal dari Suriah dan dari kawasan krisis lainnya seperti Afghanistan, Irak, Pakistan, Iran, Mali dan Eritrea. Bahkan ada yang berasal dari Amerika Selatan: mereka masuk lewat Turki karena mudah memperoleh visa ke Turki dan dari sana berusaha masuk ke pulau di Yunani dan ke Eropa daratan.
Eropa Tinggal Selemparan Batu
Dari pesisir Turki ke pulau Kos di Yunani (di latar belakang) hanya terpisah selat selebar 4 km. Karena itu banyak pengungsi dari Suriah atau negara lain, mula-mula masuk ke Turki dan dari pesisir ini kebanyakan naik perahu karet untuk masuk ke daratan Eropa lewat pulau Kos.
Mendarat di Eropa
Sekeluarga dari Iran bersama anak balita ini akhirnya bisa mendarat di pulau Kos. Sang ayah menangis bahagia. Tapi ia tidak tahu, petualangannya untuk masuk daratan Eropa belum selesai di sini. Ia juga tidak tahu, drama apa yang akan menghadang di depannya, atau bahkan tragedi dipulangkan kembali ke negara asalnya.
Jadi Tuna Wisma
Setiap harinya menurut catatan petugas penjaga pantai mendarat 600 hingga 800 pengungsi di pulau Kos. Pekan silam saja pulau berpenduduk 30.000 jiwa ini harus menampung kedatangan 7000 pengungsi. Di pulau ini tidak ada kamp penampungan pengungsi. Mereka harus mencari sendiri tempat penampungan. Banyak yang memasang tenda di bawah naungan pohon palem, atau tidur di udara terbuka.
Makin Banyak Pengungsi Sekeluarga
Terutama pengungsi dari Suriah, kini datang bersama keluarga. Anak-anak dan ibu hamil menjadi masalah kemanusiaan yang amat pelik. Mereka perlu privasi dan tempat yang lebih memenuhi syarat untuk bisa beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang yang menyengsarakan dari negara asal.
Semua Perlu Stempel
Semua pengungsi di pulau Kos harus melakukan registrasi. Hanya pengungsi yang mendapat dokumen resmi yang diizinkan melanjutkan perjalanan ke daratan Eropa. Tapi petugas di pulau Kos kewalahan dan kekurangan sarana untuk itu. Registrasi berjalan lambat, dan seorang pengungsi perlu menunggu hingga beberapa minggu untuk bisa memperoleh stempel di dokumennya.
Serbuan Tak Berhenti
Gelombang pengungsi ke pulau Kos juga makin gencar. Banyak yang datang menumpang perahu karet yang tak laik laut, kelebihan penumpang dan banyak yang celaka mati karam. Tapi para pengungsi pantang mundur dan tak takut mati. Pasalnya mereka tidak punya apa-apa lagi yang perlu dicemaskan dan tekanan konflik hanya menyisakan dua pilihan: mati konyol atau hidup lebih bermartabat.