1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEropa

EU, Negara Teluk Diskusikan Konflik Ukraina dan Timur Tengah

17 Oktober 2024

Dalam pernyataan bersama pada pertemuan puncak perdananya, Uni Eropa mendorong pemimpin negara Teluk agar lebih mengecam Rusia, sebaliknya negara Teluk ingin pemimpin UE juga lebih keras mengecam Israel.

https://p.dw.com/p/4ltw1
Mohammed bin Salman bersama Emmanuel Macron
Para pemimpin dari Eropa dan Teluk saling membujuk agar bersikap lebih kritis terhadap Rusia dan Israel.Foto: NICOLAS TUCAT/AFP/Getty Images

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman terlihat melenggang di karpet merah pada pertemuan puncak pertama antara Uni Eropa dan enam negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Brussels, Rabu (17/10).

Ia melambaikan tangan kepada wartawan sambil berdiskusi serius dengan mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron.

Bin Salman pernah menjadi tokoh kontroversi dan tersingkirkan dari panggung politik global karena kontroversi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun 2018. Sekarang, tampaknya ia benar-benar telah kembali ke panggung politik internasional.

Mereka lebih fokus berbicara tema lain. Kedua pihak saling menekan agar yang lainnya menyesuaikan diri dengan konflik yang berkecamuk di lingkungan mereka.

UE ingin Teluk lebih keras kecam Rusia

GCC adalah kelompok negara-negara Teluk kaya yang meliputi Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, dan Oman.

Sumber-sumber UE dan GCC mengatakan alotnya negosiasi tentang pernyataan bersama, yang telah difinalisasi dalam beberapa minggu menjelang pertemuan puncak pada hari Rabu. Keinginan utama Eropa adalah agar negara Teluk lebih keras mengecam Moskow atas invasi ke Ukraina.

Seorang diplomat UE mengatakan, awalnya, GCC tidak menginginkan referensi langsung ke Rusia dalam teks tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Cinzia Bianco, peneliti tamu di lembaga pemikir Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, mengatakan negara-negara Uni Eropa ingin membahas hubungan negara-negara Teluk dengan Rusia.

"Meskipun Qatar, Arab Saudi, dan UEA telah melakukan upaya mediasi yang signifikan antara pihak-pihak yang bertikai, seperti pembebasan anak-anak Ukraina yang ditahan di Rusia dan pertukaran tawanan perang, negara-negara Eropa dan negara-negara Teluk tidak punya kesepakatan tentang tentang asal-usul dan penyelesaian konflik," tulis Bianco dalam sebuah makalah yang diterbitkan awal bulan ini.

Negara Teluk minta UE lebih tegas di Timur Tengah

Dengan meningkatnya kekerasan di beberapa bagian Timur Tengah, negara-negara Teluk juga mendorong UE lebih keras mengkritik Israel. Deklarasi bersama tersebut menyerukan gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta mengutuk "keputusan pemerintah Israel untuk memperluas permukiman dan melegalkan pos-pos pemukim di seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki."

Namun, seorang sumber dari negara GCC mengatakan kepada DW, mereka "kecewa" dengan bahasa yang digunakan dalam masalah Timur Tengah jika dibandingkan dengan apa yang disepakati mengenai Ukraina. 

Perang Israel-Hamas di Gaza, Palestina
Perang Israel-Hamas masih berkecamuk di Gaza, PalestinaFoto: Ramadan Abed/REUTERS

Peneliti Cinzia Bianco juga memperingatkan bahwa Uni Eropa "perlu lebih sedikit berbicara dan lebih banyak mendengarkan, khususnya mengenai isu-isu yang berkaitan dengan Timur Tengah."

Tanpa mengkritik blok Uni Eropa secara langsung, dalam pidato pembukaan di Brussels, pemimpin Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al Thani memperingatkan tentang "standar ganda". Menteri luar negeri Qatar juga mengatakan kepada pers di Brussels bahwa negara-negara tidak boleh "selektif" mengenai prinsip-prinsip mereka.

Lebih hati-hati tentang Iran

Namun, bahasa yang digunakan untuk Iran lebih bersifat mendamaikan. Dalam pernyataan bersama, UE dan GCC "menyerukan Iran untuk melakukan deeskalasi regional."

Mereka menyatakan, "menyesalkan kemajuan nuklir Iran yang tak terbendung" telah mempersulit upaya untuk kembali ke kesepakatan diplomatik yang dirancang untuk membatasi aktivitas nuklir Teheran.

Para diplomat UE mengatakan negara-negara Teluk ingin menghindari bahasa kritis yang keras. "Mengenai Iran, situasinya sangat berbahaya dan sangat sensitif. Negara-negara GCC berurusan dengan Iran melalui diplomasi dan diplomasi adalah satu-satunya jalan ke depan," kata seorang sumber dari negara GCC kepada DW. 

Kerja sama perdagangan, travel, dan energi

Kedua pihak juga mengatakan akan berusaha melanjutkan diskusi tentang kesepakatan perdagangan antarblok. Ide ini pertama kali digagas lebih dari tiga dekade lalu tetapi terhenti sejak 2008.

Seorang diplomat UE mengatakan, ada ketegangan di dalam GCC mengenai apakah akan melanjutkan perdagangan dengan UE sebagai perhimpunan Negara Teluk atau membentuk kesepakatan bilateral.

Kedua pihak juga sepakat untuk menyederhanakan akses bagi orang untuk bepergian antara kedua blok. Beberapa negara Teluk telah mendorong keringanan untuk memastikan warga negara mereka lebih mudah bepergian ke UE sebagai wisatawan. Namun hingga kini belum ada kepastian terkait tema ini.

"Kami telah memenuhi semua persyaratan untuk pembebasan visa. Kami pikir ini lebih merupakan masalah kemauan politik," kata seorang sumber GCC kepada DW.

Dampak perang Rusia di Ukraina juga telah mendorong UE untuk mencari sumber energi baru karena mereka berusaha keras untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada bahan bakar Rusia.

Diadaptasi dari artikel DW Inggris