Exil-Uighur: "Beijing Tingkatkan Penindasan"
4 Agustus 2008Apakah serangan terhadap polisi di perbatasan Cina Barat merupakan aksi teror dari kelompok separatis Uighur? Warga Uighur yang tinggal di pengasingan mengambil jarak dari serangan tersebut, namun mengutuk penindasan warga minoritas Uighur di Xinjiang.
Banyak pakar Cina melihat serangan di kota Kashgar yang terletak di perbatasan ke Tajikistan itu sebagai serangan teror. Di provinsi Xinjiang yang rawan, terdapat sekitar delapan juta warga Uighur yang beragama islam. Menurut kelompok HAM warga muslim di sana ditekan oleh pemerintah pusat. Sejak puluhan tahun, kelompok separatis Uighur melakukan perlawanan terhadap penindasan Cina. Namun, televisi pemerintah CCTV menyebut serangan tersebut hanya sebagai aksi kriminal terhadap polisi dengan akibat yang fatal:
"Dua orang tak dikenal menurut keterangan kepolisian setempat, menabrakkan sebuah truk sampah ke pasukan polisi perbatasan yang sedang melakukan latihan lari. 14 polisi tewas di lokasi kejadian, dua lainnya meninggal saat menuju rumah sakit. Kemudian truk itu menabrak tiang listrik. Dua tersangka pelaku lalu melemparkan granat yang menyebabkan ledakan. Mereka juga menyerang polisi dengan pisau. Akhirnya polisi berhasil menundukkan dan menangkap kedua tersangka itu."
Hingga kini masih belum diketahui, siapa kedua tersangka itu dan apa motivasi tindakannya. Wilayah otonomi Xinjiang, sama dengan Tibet, ditandai dengan ketegangan-ketegangan antara penduduk asli dan warga Cina yang mendominasi kehidupan. Di Xinjiang terdapat penduduk yang bahasa dan budayanya termasuk ke dalam kelompok masyarakat Turk. Orang Uighur sejak lama menuntut untuk mendapatkan lebih banyak hak budaya. Sedangkan kelompok radikal di wilayah itu ingin kedaulatan, meski untuk itu harus menggunakan kekerasan. Sementara pemerintah di Beijing menyatakan, kelompok tersebut punya hubungan dengan jaringan teroris Al-Qaida.
Sejak tahun 2004 warga Uighur yang tinggal di pengasingan bernaung di bawah sebuah organisasi yang dinamakan "Kongres Dunia Uighur". Organisasi itu berkedudukan di München, Jerman. Salah seorang anggotanya, Dilxat Raxit mengutarakan:
"Kami sangat khawatir melihat serangan itu. Dalam kaitan ini, baik pemerintah Cina, mapun masyarakat internasional, keduanya punya tanggung jawab yang besar. Komunitas internasional mentolerir penindasan sistematis yang dilakukan pemerintah Cina terhadap warga Uighur. Menjelang Olimpiade, penindasan ditingkatkan dengan dalih perang melawan teror dan demi keamanan pesta Olimpiade. Semuanya ini menyebabkan orang-orang Uighur menggunakan kekerasan yang sangat kami sayangkan dan yang membuat kami sangat khawatir."
Raxit tidak menepis kemungkinan terjadinya serangan berikutnya, selama pemerintah Cina tidak mengubah sikapnya. Akhir Juli lalu, kelompok radikal dari Turkmenistan Timur menayangkan video di internet yang berisikan pernyataan akan menggunakan kekerasan. Kongres Dunia Uighur mengambil jarak dari kelompok-kelompok radikal semacam itu. Demikian ujar Raxit:
"Kongres Dunia Uighur menghormati Piagam PBB serta hukum internasional. Kami memperhatikan UU dari negara-negara dimana kami tercatat sebagai sebuah organisasi. Kami menentang penggunaan kekerasan dalam perjuangan untuk mendapatkan lebih banyak hak-hak politik. Kami juga tidak menginginkan penindasan warga Uighur oleh Cina menjadi konfrontasi militer." (cs)