1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

G20 Sarat Harapan, Krisis Kongo Terlupakan.

13 November 2008

Pertemuan G-20 yang akan membahas krisis keuangan diharapkan bisa membuka terobosan baru. Sementara perhatian dunia berpaling ke Washington, konflik di Kongo makin parah.

https://p.dw.com/p/FuBr
Anak-anak di penampungan pengungsi Goma, Kongo TimurFoto: AP

Harian Spanyol El Mundo menulis:

"Pertemuan puncak negara-negara G20 di Washington membangkitkan harapan besar. Bahkan presiden Perancis Nicolas Sarkozy menyebutnya sebagai 'awal baru kapitalisme'. Namun jika diperhatikan, bahwa pertemuan itu hanya berupa acara makan malam dan rapat pleno selama 5 jam, hampir tidak dapat diharapkan akan ada terobosan-terobosan besar. Konferensi tingkat tinggi ini, sebagaimana pertemuan Bretton Woods tahun 1944, akan membentuk kelompok-kelompok kerja yang terdiri dari para ahli. Lalu mereka selama beberapa bulan menggagas usulan-usulan konkrit. KTT Washington juga akan memutuskan sebuah deklarasi, yang isinya diharapkan bisa menenangkan pasar."

Harian Belanda Trouw menyoroti agenda penyelamatan pemerintah Amerika Serikat, yang kini berganti haluan mengikuti langkah Eropa. Harian ini berkomentar:

"Dana darurat yang disediakan pemerintah Amerika Serikat untuk menanggulangi krisis keuangan nantinya akan digunakan untuk maksud lain, tidak seperti gagasan awal. Jadi menteri keuangan Henry Paulson tidak lagi bermaksud membeli kredit-kredit macet perbankan, seperti usulan semula. Dana 700 miliar Dollar yang sudah disetujui kongres akan digunakan lebih efektif. Pengumuman ini berarti perubahan haluan 180 derajat dari rencana awal. Sebenarnya Paulson memang sudah menerapkan langkah-langkah lain untuk meredam krisis. Misalnya investasi langsung di bank-bank terkena krisis, sebagaimana yang diterapkan negara-negara Eropa untuk menopang sektor perbankannya."

Sementara dunia memandang penuh harap ke Washington dalam isu keuangan global, di  Afrika konflik berdarah terus berlangsung. Mengenai perang di Kongo, harian Austria Salzburger Nachrichten menulis:

"Uni Eropa dan masing-masing negara anggotanya bisa melakukan sesuatu. Yaitu di sektor keuangan. Karena di sektor ini bisa dicapai lebih banyak hal daripada melalui operasi militer. Baik Kongo maupun Ruanda, dua aktor utama dalam aksi-aksi brutal, masih tergantung pada bantuan internasional. Porsi besarnya berasal dari Eropa. Ada uang dalam jumlah besar yang mengalir di pasar bahan mentah dan di sektor bantuan keuangan. Sebagian uang inilah yang digunakan untuk membeli senjata dan amunisi, mortir dan ranjau. Uang adalah kuncinya, jika ingin memaksa para pembunuh menahan diri. Imbauan-imbauan saja tidak ada artinya."

Mengenai konflik di Kongo, harian Norwegia Dagbladet menulis:

"Kongo saat ini sangat membutuhkan misi militer untuk perdamaian. PBB melaporkan adanya serangan terhadap warga sipil, anak-anak dan perempuan. Terjadi aksi penjarahan dan pembunuhan oleh kelompok etnis Tutsi dan Hutu maupun oleh tentara pemerintah. Para gembong perang di Kongo harus dilucuti senjatanya. Hanya satuan PBB dengan perlengkapan senjata yang baik bisa menjalankan tugas ini. Seandainya Kongo ada di bagian dunia lain, hal ini mungkin sudah lama terjadi. Semua pihak mengatakan, krisis di Kongo adalah krisis besar dunia saat ini . Semua pihak mengatakan, harus ada yang melakukan sesuatu. Tapi semua hanya menunjuk pada yang lain. (hp)"