1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gencatan Senjata Libanon Ditaati

16 Agustus 2006

Gencatan senjata di Libanon dinilai ditaati oleh para pihak yang terlibat konflik, walaupun dilaporkan terjadi beberapa insiden kecil. Harian-harian internasional masih mengarahkan sorotan komentarnya ke kawasan di Timur Tengah itu.

https://p.dw.com/p/CPJO
Pengungsi Libanon pulang ke kampung halamannya setelah gencatan senjata diberlakukan
Pengungsi Libanon pulang ke kampung halamannya setelah gencatan senjata diberlakukanFoto: AP

Namun hampir semua surat kabar menulis senada, yakni mempertanyakan, sampai kapan resolusi gencatan senjata itu akan ditaati.

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma menulis komentar berjudul: Milisi Hisbullah memenangkan perang Libanon.

"Kita sekarang ibaratnya memasuki jeda, setelah babak pertama pertandingan antara Israel melawan Iran. Berapa lama jeda akan berlangsung, tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Tapi, tidak ada keraguan, bahwa posisinya sekarang 1-0 untuk kemenangan Iran, yang dalam pertandingan ini diwakili oleh sayap bersenjata Hisbullah di Libanon. Faktanya, milisi Hisbullah tidak dapat dihancurkan dengan cara militer hanya dalam beberapa hari, seperti sesumbarnya para jenderal Israel sebelumnya. Sebaliknya, Hisbullah kini memetik simpati dari semua kelompok di Libanon, baik dari kaum Syiah, Suni, Kristen maupun kaum Druz."

Sebaliknya harian kiri liberal Perancis Liberation yang terbit di Paris berkomentar, tidak ada yang menang dalam perang di Libanon.

"Israel maupun milisi Hisbullah tidak kalah atau menang dalam perang ini. Walaupun boleh dikatakan perang ini berakhir seri, tapi tidak ada yang tahu persis bagaimana posisi timbangannya. Yang jelas, citra tentara Israel sebagai pasukan yang tidak terkalahkan, memudar secara drastis. Sementara milisi Hisbullah juga harus meredam eforianya sebagai pemenang perang. Gencatan senjata diperkirakan akan bertahan, jika tidak ada pihak ketiga yang memprovokasi."

Sedangkan harian Swiss Tages-Anzeiger yang terbit di Zürich berkomentar, gencatan senjata datang amat terlambat.

"Bagi rakyat Libanon, resolusi PBB itu ibaratnya plester kecil bagi luka besar. Infrastruktur mereka dihancurkan, seribu orang tewas dan sejuta warga terpaksa mengungsi. Penyebab semua itu berada di Washington. Pemerintah Bush melindungi Israel sebulan lamanya, karena menganggap perang ini adalah bagian dari programnya, “perang melawan terorisme“."

Tema lainnya yang disoroti harian-harian internasional adalah sakitnya Presiden Kuba, Fidel Castro, pada ulangtahunnya yang ke 80. Untuk menepis spekulasi, gambar Castro yang terbaring di ranjang rumahsakit saat dikunjungi Presiden Venezuela, Hugo Chavez, ditayangkan ke seluruh dunia.

Harian Belanda De Volkskrant yang terbit di Den Haag dalam komentarnya mempertanyakan:

"Bagaimana situasi Kuba jika Fidel Castro benar-benar tidak mampu lagi memerintah? Apakah Kuba akan runtuh? Apakah pemerintah di Washington, yang terlalu sarat beban di Timur Tengah, masih dapat diharapkan uluran bantuannya menangani situasi kacau di depan pintu rumahnya? Diperkirakan, Amerika Serikat juga tidak akan mampu mengendalikan kekacauan di Kuba."

Sementara harian independen Perancis Le Monde yang terbit di Paris berkomentar:

"Sebetulnya tidak ada yang mengetahui persis kondisi Castro setelah menjalani operasi. Semua wartawan asing dilarang masuk ke Kuba. Yang sudah berhasil masuk sebagai wisatawan, langsung diusir. Kuba praktis ditutup dari luar. Pokoknya semua informasi yang akan menciptakan destabilisasi, subversiv dan bernada intervensi, untuk mendorong dilakukannya aksi teror di Kuba, harus dibekukan."