1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220709 Sonnenfinsternis Indien

22 Juli 2009

Jutaan orang menyaksikan gerhana matahari total di Asia. Tapi sebagian warga India tak merasa takjub, justru sebaliknya. Perisiwa alam ini dipandang sebagai pertanda buruk.

https://p.dw.com/p/IvDt
Foto: AP

Rabu pagi (22/07), matahari terbit dua kali di India. Media televisi dan jutaan orang mengarahkan pandangannya ke langit, di antaranya ilmuwan Pallava Bagla. "Ini adalah salah satu momen paling menakjubkan, melihat langsung gerhana matahari total. Menyaksikan matahari perlahan menghilang sehingga yang tersisa hanya lingkaran cahaya, pemandangan yang luar biasa," ungkap Bagla.

Baru pada tahun 2132, bulan akan kembali menutup wajah matahari seperti yang terjadi Rabu (22/07) ini. Karena itu, ribuan orang berbondong-bondong mengunjungi kawasan yang ideal untuk menonton gerhana matahari ini. Namun, di beberapa lokasi, awan tebal menghalangi pemandangan spektakuler yang hanya terjadi sekali dalam abad ini. Banyak juga orang yang memilih untuk menghindari lokasi gerhana matahari. Pasalnya, sejumlah stasiun siaran, terutama yang berbahasa Hindi menyiarkan sejumlah peringatan menjelang peristiwa alam ini.

Saran mengenai apa yang sebaiknya dilakukan saat kegelapan menyelimuti bumi selama bermenit-menit misalnya disampaikan Bajinath Tewari, seorang ahli nujum di New Delhi. "Saat gerhana terjadi, kita berendam dan mandi, serta memercikkan air suci dan berdoa. Patung dewa dewi tidak dipasang saat itu. Sebaiknya, kita tidak meninggalkan rumah dan juga berpuasa."

Matahari memainkan peranan penting dalam kepercayaan Hindu, sang surya adalah pemberi cahaya dan sumber kebaikan. Menghilangnya matahari walau hanya untuk sesaat adalah pertanda buruk bagi manusia, kata Bajinath Tewari. "Dampaknya berbeda-beda bagi tiap zodiak, ada yang bisa kehilangan uang atau bahkan dipecat, ada juga yang mengalami gangguan kesehatan. Perempuan hamil sebaiknya jangan tidur saat gerhana terjadi. Ini mempengaruhi janin dan dapat menyebabkan cacat pada bayi," jelas Tewari.

Menurut Dr. Shivani Gour, seorang ginokolog di rumah sakit New Delhi, banyak perempuan yang hamil berusaha mencegah agar kelahiran anaknya tidak jatuh pada hari terjadinya gerhana matahari. "Kalau kelahiran itu dijadwalkan, misalnya dengan operasi sesar, mereka membatalkannya sama sekali. Kalau kami terpaksa mendorong kelahiran karena alasan medis, orang-orang menolaknya. Mereka hanya datang dalam keadaan darurat."

Takhayul dan keyakinan para pasien menyebabkan Dr. Shivani Gour kuatir, walau ia juga senang karena hari itu suasana rumah sakit lebih tenang dari biasanya. Sementara para ilmuwan menguatirkan hal lain, yaitu para pemuja matahari akan menyaksikan peristiwa spektakuler ini tanpa mengenakan kacamata pelindung.

Kai Küstner/Ziphora Robina

Editor: Yuniman Farid