1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Palestina /Perkembangan di Lebanon

2 Maret 2005

Konferensi Palestina di London dan perkembangan politik di Lebanon, menjadi sorotan harian-harian di Eropa.

https://p.dw.com/p/CPP6
Abbas dan Blair dalam konferensi Palestina di London
Abbas dan Blair dalam konferensi Palestina di LondonFoto: AP

Konferensi yang digagas PM Inggris, Tony Blair itu dinilai sebagai pertanda dukungan bagi perdamaian Timur Tengah. Sayangnya, konferensi yang dihadiri antara lain oleh sekretaris jendral PBB Kofi Annan, menteri luar negeri AS Condoleezza Rice dan petugas urusan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana itu, tidak diikuti oleh perwakilan Israel. Harian Inggris Daily Mirror yang terbit di London menulis :

Dalam konferensi Palestina di London, memang tidak banyak hasil yang dicapai. Namun itu bukan alasan untuk menjadi pesimis. Kenyataan, bahwa konferensi itu bisa digelar saja, sudah merupakan langkah yang tepat, bagi pemecahan masalah di kawasan konflik paling alot di dunia. Memang Israel tidak turut serta. Akan tetapi, seharusnya Israel merasa mendapat dorongan semangat, khususnya karena menteri luar negeri AS, Condoleezza Rice juga ikut serta dalam konferensi. Sampai dengan tercapainya perdamaian, jalannya memang masih amat panjang. Akan tetapi, konferensi di London yang baru saja usai, boleh disebutkan sebagai langkah pertama untuk menempuh jalan panjang tsb.

Sementara harian Jerman Süddeutsche Zeitung menilai, konferensi Palestina ibaratnya menari Tango sendirian. Lebih lanjut harian ini menulis.

Konferensi untuk mendukung pemerintahan otonomi Palestina itu, ibaratnya memiliki cacat yang mengganggu kecantikannya. Yakni tidak hadirnya perwakilan Israel. Karena itu, tidak ada yang mengetahui, apakah hasil dari konferensi itu akan berdampak positif atau negatif. Atau istilahnya, untuk menari tango diperlukan pasangan. Tapi PM Palestina, Mahmud Abbas sebetulnya hanya menghendaki, pertemuan itu menjadi pembukaan dari perundingan status final Palestina. Dengan optimis Abbas mengatakan, perdamaian kini hampir dapat dicapai. Akan tetapi jangan dilupakan, PM Israel Ariel Sharon paling maksimal, hanya bersedia membuat kesepakatan tidak resmi dengan pemerintahan otonomi Palestina. Tapi kesepakatan tidak resmi itu masih jauh dari kenyataan. Media massa Palestina dan Israel menulis, dalam kenyataannya konferensi itu hanya bertujuan untuk mendongkrak popularitas tuan rumah, PM Tony Blair, yang pamornya kini merosot, menjelang pemilihan umum bulan Mei mendatang.

Masih tema Timur Tengah, namun perhatian kita alihkan ke Lebanon. Mundurnya pemerintahan dari PM Karami dan perkembangan politik di Lebanon, disoroti harian Austria Die Presse yang terbit di Wina sbb :

Sebuah pemerintahan yang dengan mudah digulingkan oleh para demonstran, seperti yang terjadi di Beirut, merupakan proses yang mencemaskan bagi negara-negara di Timur Tengah. Hal seperti itu, bisa berdampak membangkitkan inspirasi di negara lain. Sebab, ketidak puasan warga terhadap rezim yang sekarang berkuasa di dunia Arab sudah amat mendalam. Tidak ada kawasan lain di dunia, yang pemerintahannya lebih buruk dari kawasan Arab. Kesewenang-wenangan dan ketidak becusan, menyebabkan negara-negara Arab kehilangan aksesnya ke dunia internasional. Selain itu, manuver untuk mengalihkan perhatian, dengan seruan anti-Zionisme dan anti Amerika, tidak lagi mampu menipu rakyat.

Harian Italia Corriera della Serra menyoroti perubahan di Timur Tengah itu sbb :

Protes damai di jalanan di Beirut, meruntuhkan pemerintahan boneka dari Suriah. Hal ini langsung ditayangkan televisi di kawasan Arab, yang ditonton jutaan orang, dan dicerna sebagai sebuah peristiwa bersejarah. Desakan untuk menerapkan demokrasi terus meluas kemana-mana. Juga di Mesir, tekanannya terasa oleh presiden Hosny Mubarak, yang memaksanya menerima pemilihan presiden dengan sistem banyak calon. Bahkan di Arab Saudi, tekanan untuk demokrasi dari hari ke hari terasa semakin menguat.