Konflik Atom Korea Utara dan Iran
19 Oktober 2006
Mengenai ujicoba atom di Korea Utara, harian Jerman Stuttgarter Zeitung berkomentar:
“Perjanjian pembatasan senjata atom sebenarnya dibuat untuk membatasi jumlah negara-negara atom. Pada waktu itu Jerman meratifikasi perjanjian ini, walaupun Franz Josef Strauß berbicara tentang perjanjian yang setingkat dengan perjanjian Versailles. Sebaliknya, negara-negara adi daya atom dulu berjanji untuk mengurangi senjata atom mereka. Terutama Amerika Serikat tidak memenuhi janji ini. Demikian cara kekuatan-kekuatan atom pertama turut membantu melubangi perjanjian ini. Sekarang kotak Pandora telah terbuka – dan ini semua karena George Bush tidak ingin berunding dengan Korea Utara. Tetapi Korea Utara justru ingin memaksa pembicaraan-pembicaraan langsung dengan ujicoba atomnya. Di Washingon kebijaksanaan dan sikap pragmatis menghadapi jalan yang sulit.”
Tentang tema yang sama, harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma menulis:
“Agen Rahasia Amerika hampir yakin, bahwa Korea Utara mempersiapkan ujicoba nuklir kedua. Dalam citra yang dibuat satelit, yang mengawasi negara yang paling tidak bisa ditembus sekalipun, selama 24 jam per hari, para analis Pentagon dan CIA menemukan gerakan kendaraan militer dan personil dalam jumlah besar di daerah sekitar pertabangan lama, dimana rezim dari Pyongyang tanggal 9 Oktober lalu melakukan eksperimen pertamanya. (...)
Di kalangan dinas rahasia Amerika Serikat sejumlah orang mengatakan, bahwa ujicoba ini sebenarnya mempunyai dua tujuan: untuk meneliti reaksi masyarakat internasional, dengan harapan timbulnya pertentangan antara Cina, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan dan untuk menguatkan rezim dari dalam. Dengan itu, juga seharusnya kemungkinan perwira-perwira tinggi, yang dengan bantuan dari Cina siap untuk mengadakan kudeta terhadapt Kim Jong Il, dapat terungkap.”
Sementara itu harian Jerman Rheinpfalz berkomentar tentang situasi di Iran.
“Pemerintah di Teheran akan memperhatikan dengan cermat, bagaimana dalam konflik Korea Utara berlangsungnya adu kekuatan dengan ancaman perang timbal balik. Tetapi Iran tidak dapat berspekulasi, bahwa dalam kasusnya semua akan berjalan seperti ini juga. Sebab Cina sudah memainkan peran lain. Tetapi juga dalam kasus Iran, muncul ancaman eskalasi. Teheran sudah memperlihatkan haluannya, bahwa sanksi-sanksi PBB akan membuat negara tersebut keluar dari perjanjian pembatasan senjata atom, seperti Korea Utara pada tahun 2003. Tetapi setelah pengalaman buruk dengan Korea Utara, Amerika Serikat yang digerakkan oleh Israel, tidak akan menerima sebuah pengumuman bernada tekanan semacam ini dari Teheran – jadi sebuah perbedaan lagi. Dalam suasana yang memanas saat ini, akan banyak yang dimenangkan, jika Korea Utara dibiarkan melakukan ujicoba atom kedua. Para diplomat akan dapat menarik nafas. Juga mereka yang berunding dengan Iran.”
Tema lain yang juga menjadi sorotan dunia adalah diskusi tentang penarikan pasukan pendudukan dari Irak.
Harian liberal Inggris The Independent berkomentar:
“Tiba-tiba semua kata-kata mengenai haluan yang jelas di Irak berubah menjadi sebuah debat tentang strategi untuk penarikan pasukan. Hal ini mengganggu George Bush dan Tony Blair. Keduanya berkata, bahwa pasukan tersebut mutlak diperlukan, untuk menuntaskan tugasnya dan sekarang bukan saat yang tepat untuk penarikan pasukan. Walaupun waktu terlihat seolah-olah bergerak melawan mereka dengan keras.”