221211 Frankreich Türkei
23 Desember 2011Tahun 2001 Perancis secara resmi mengakui pembunuhan etnis Armenia yang dilakukan Turki pada awal abad lalu. Majelis Nasional Perancis kini menyetujui rancangan UU yang menyatakan bahwa penyangkalan atas pengusiran dan pembunuhan etnis Armenia di Turki antara tahun 1915 dan 1917 akan terancam hukuman.
Reaksi pertama dari Ankara dapat diduga. Duta besar Turki di Paris langsung ditarik. Namun 50 anggota legislatif yang hari Kamis pagi (22/12) dengan suara mayoritas menyetujui rancangan UU tersebut, tidak mengindahkan tekanan dari Ankara.
Penjara setahun dan denda € 45.000
Valérie Boyer mengajukan UU itu setelah mendapat dukungan di Senat bahwa orang yang menyangkal pembunuhan etnis tersebut terancam hukuman penjara satu tahun dan denda € 45.000. Boyer adalah anggota partai konservatif UMP dari Presiden Nicolas Sarkozy. ia mengatakan: "Kami berulang kali mengatakan, teks ini tidak ditujukan kepada suatu negara tertentu. Tetapi, sikap sebuah negara tertentu yang mengetuk pintu Eropa tetapi juga mengancam Perancis untuk membalas dendam, agak bertentangan. Padahal kami hanya menerapkan hukum Eropa. Kini negara itu bahkan mengancam menerapkan sanksi ekonomi. Dengan begitu negara tersebut menginjak-injak perjanjian internasional."
Untuk pertama kalinya sejak sekian lama, Majelis Nasional Perancis hari Kamis kelihatan dijaga ketat. Polisi dikerahkan dan hambatan-hambatan dipasang. Sepanjang pagi sekitar seribu warga Perancis keturunan Turki melancarkan aksi unjuk rasa di depan parlemen. Seorang demonstran mengatakan: "Keseluruhan kelompok masyarakat tertentu di sini hendak dikriminalisasikan. Jumlah kami di Perancis sekitar lima hingga enam ratus ribu orang. Dan ini hanya dilakukan untuk mendapatkan suara warga Perancis keturunan Armenia."
Biarkan sejarawan mengurus soal sejarah
Argumen ini juga diperdebatkan di parlemen. Fraksi-fraksi memberikan kebebasan bagi anggota legislatif untuk memberikan suaranya dalam voting. Karena itu di semua lapisan politik terdapat suara minoritas jelas yang tidak menginginkan hukuman bagi penyangkalan pembunuhan etnis Armenia di Turki. Sepuluh tahun yang lalu sebuah UU disahkan yang menegaskan posisi Perancis, yaitu di Turki memang terjadi pembunuhan etnis Armenia.
Tidak lama setelah terpilih tahun 2007, Presiden Sarkozy mengukuhkan undang-undang ini dengan sebuah undang-undang lain. Senator senior dan pakar konstitusi, Robert Badinter tersenyum menanggapi UU yang dikeluarkan empat bulan menjelang pemilu presiden: "Jadwalnya kan jelas. Tidak ada hasrat mendadak, murni hanya untuk menulis sejarah, yang memicu para anggota legislatif untuk mengambil keputusan ini. Senat sudah pernah menolak permainan ini dan menyimpulkan bahwa hal semacam ini melanggar konstitusi. Biarkanlah sejarawan yang mengurus soal sejarah."
Johannes Duchrow/Christa Saloh-Foerster Editor: Ayu Purwaningsih