1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Produk Indonesia Kalah Saing Karena Tarif

8 Oktober 2019

Puluhan pelaku bisnis Indonesia ambil bagian dalam pameran makanan dan minuman dwi tahunan Anuga 2019. Pasar Eropa kini berorientasi pada produk organik, vegan, dan halal.

https://p.dw.com/p/3QsUf
Köln | Lebensmittelmesse Anuga 2019
Foto: DW/Y. Pamuncak

Anuga 2019, salah satu pameran makanan dan minuman terbesar di dunia sedang digelar di Köln, Jerman. Indonesia mengikutsertakan kurang lebih 24 perusahaan bidang kuliner dalam pameran yang sudah berumur 100 tahun tersebut. "Jadi ini merupakan suatu upaya dalam konteks strategi ekonomi Indonesia. Kita ingin penetrasi pasar yang lebih intensif lagi, yang lebih agresif lagi,” kata Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arief Havas Oegroseno.

Menurut diskusi Havas dan para peserta pameran, peminat produk makanan dan minuman Indonesia sangat tinggi dan berasal dari negara yang beragam, mulai dari Eropa, Amerika, hingga Australia. Havas mengklaim selera masyarakat Eropa terutama Jerman dapat dipenuhi oleh industri Indonesia dengan didasari penelitian pasar yang telah dilakukan.

Tarif impor menyusahkan produsen

Namun di samping keunggulan produk nusantara yang dapat perhatian di Eropa, terdapat rintangan yang memberatkan para produsen Indonesia, yaitu soal tarif impor. "Tantangan utama itu tarif. Jadi banyak produk yang sama ya, dengan negara ASEAN lain seperti Filipina, mereka menikmati tarif 0%. Kita tarifnya ada yang kena 15 %, 20 %, karena kita negara anggota G20. Jadi sebagai negara G20 kita mendapat tarifnya, tarif G20,” kata Havas.

Havas memberi contoh produk Indonesia yaitu gula merah, tuna kalengan dan rajungan yang sangat diminati di Eropa. Tetapi karena Indonesia dikenakan tarif impor yang menyebabkan harga tinggi, pembeli lebih memilih produk dari negara lain yang harganya lebih murah.

I-EU CEPA akan jadi solusi

Hal senada juga diutarakan oleh Alkafia Aswandi, Wakil Direktur Pusat Promosi Perdagangan Indonesia Hamburg. Alkafia menjelaskan untuk menghindari tarif impor tersebut perundingan Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) harus segera diselesaikan. "Targetnya dari Kementerian Perdagangan, tahun depan itu sudah berlaku lah I-EU CEPA-nya,” ujarnya.

Dengan penerapan perjanjian perdagangan bebas tersebut, Alkafia percaya produk Indonesia akan lebih dapat bersaing. Selain itu ia juga mendorong para produsen Indonesia untuk lebih memperhatikan sertifikasi agar dapat diterima di pasar Eropa. "Sertifikasinya apakah itu fair trade kah, organik kah, atau mungkin dari segi manajemennya, ISO-nya,” tambahnya.

Köln | Lebensmittelmesse Anuga 2019
Wakil Direktur Pusat Promosi Perdagangan Indonesia Hamburg Alkafia AswandiFoto: DW/Y. Pamuncak

Bekal sertifikasi untuk buka kesempatan di Eropa

Salah satu peserta pameran dari Indonesia adalah Helmi Wartono dari CV Hasil Barokah Mandiri. "Harapannya dengan ikut pameran Anuga ini produk kita dapat masuk di pasaran Eropa. Khususnya organik, karena produk kita adalah gula kelapa yang berorganik, kita ada sertifikat organiknya,” katanya. Helmi menambahkan pentingnya sertifikasi untuk memasuki pasar Eropa karena kini gaya hidup sehat sangat diperhatikan oleh konsumen.

Pameran makanan dan minuman Anuga 2019 diselenggarakan mulai dari 5 Oktober hingga 9 Oktober 2019. Lebih dari 7.400 peserta pameran dari seluruh dunia mempresentasikan produk dan layanan mereka kepada para pengunjung. Segmen yang ada dari mulai bahan makanan, makanan siap saji hingga makanan beku menghadirkan inovasi pada industri makanan dan minuman.

Wawancara pada artikel ini dilakukan oleh Yusuf Pamuncak dan Ayu Purwaningsih.