1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lemahnya Dollar Ancam Jutaan Pekerjaan di India

13 Maret 2008

Banyak negara di Asia yang mengusahakan agar nilat mata uang mereka tetap lebih rendah dibandingkan dengan Dollar untuk melindungi bisnis ekspor. India tidak termasuk diantaranya.

https://p.dw.com/p/DNyv
Foto: AP
Kesibukan yang terkesan dari suasana di pabrik pakaian di ibukota India New Delhi ini sebenarnya menipu. Walau pun semua sibuk menjahit, angka penjualan jelas menurun. Suku bunga yang tinggi, inflasi lima persen dan masalah dengan pemasokan listrik menyulitkan bisnis pabrik pakaian. Tetapi yang paling bermasalah adalah lemahnya nilai mata uang Dollar. Nilai tukar mata uang India Rupee terhadap Dollar lebih tinggi 15 persen semenjak awal tahun 2008. Menurut pimpinan perusahaan pabrik Sudhir Dhingra, ini adalah masalah besar bagi industri tekstil India yang bergantung pada hasil ekspor. "Meningkatnya nilai Rupee mempengaruhi industri seperti produsen tekstil, kulit atau perhiasan. Industri seperti ini lah yang menciptakan lapangan kerja bagi mereka yang tidak berpendidikan dan berasal dari wilayah pedesaan. Orang-orang ini tidak memperoleh pekerjaan di bidang pertanian sehingga mereka khususnya mencari industri tekstil, penyedia pekerjaan terbesar kedua di India." Dengan naiknya nilai tukar Rupee, produk India di pasar ekspor jadi mahal. Akibat dari berkurangnya ekspor tekstil mulai terlihat. Buruh harian semakin sulit memperoleh pekerjaan. Jutaan pekerjaan dikabarkan hilang akibat krisis industri tekstil India. Buruh harian Sajju Maliik tidak melihat adanya harapan baginya untuk memperoleh pekerjaan lagi. "Setiap pagi saya datang kesini dan mencari pekerjaan. Tetapi hanya ada sedikit pekerjaan. Dalam seminggu paling ada satu, dua hari, terus tidak ada apa-apa lagi. Jika situasi tidak membaik, saya akan pulang lagi ke kampung saya." Bisnis pelayanan dan produk berkuaitas tinggi dari India memang belum terancam. Industri perangkat lunak, call center atau industri baja bersikap lebih berhati-hati. Tetapi tekanan perekonomian di bidang tekstil mulai terasa. Angka rekor pertumbuhan perekonomian keseluruhan 9 persen mulai bergerak turun ke angka 8 persen. Menurut informasi terakhir, pertumbuhan industri awal tahun 2008 hanya setengahnya. Ini semua terjadi antara lain karena menguatnya nilai mata uang Rupee. Demikian keluhan pemilik perusahaan farmasi Swati Piramal. "Ekspor berkurang. Produksi industri lebih seidkit, khususnya peralatan rumah tangga. Perubahan nilai mata uang adalah alasan utama kemunduran ini. Karena sebagian besar produk kami diperdagangkan dengan Dollar. Kami semua khawatir." Masalahnya tidak hanya tentang keuntungan perusahaan swasta. Jika kondisi industri produksi memburuk di India, maka janji pemerintahan dalam bahaya. Mereka telah menjanjikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya baik bagi masyarakat lapisan atas, tetapi bagi seluruh rakyat India. Sudhir Dhingra pimpinan perusahaan pabrik tekstil menyerukan tuntutannya. "Kita harus melindungi pekerjaan ini. Orang yang terlibat sangatlah banyak. Menurut laporan terakhir, semenjak pertengahan tahun lalu, empat juta pekerjaan di industri tekstil telah hilang. Empat juta lagi bisa hilang di pertengahan tahun ini. Apakah kita mau menunggu hingga semua orang tidur di jalanan. Ataukah kita mau menyelamatkan pekerjaan-pekerjaan ini sekarang?" (vl)