1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

270109 Pakistan Swat-Tal

4 Februari 2009

Selama ini wilayah otonomi suku-suku di perbatasan Afghanistan merupakan pusat kekuatan Taliban dan daerah persembunyian El Qaeda di Pakistan. Kini tampak nyata bahwa ekstrimis militan praktis menguasai lembah Swat.

https://p.dw.com/p/GhJy
"Hentikan operasi militer di perbatasan!" Warga lembah Swat unjuk rasa di IslamabadFoto: AP

Maulana Fazlullah adalah penguasa baru di Swat. Fazlullah, yang milisinya tergabung dalam Gerakan Taliban Pakistan, juga terkenal dengan nama "Radio Mullah“. Sejak bertahun-tahun ia mengoperasikan stasiun radio ilegal guna menyebarluaskan ajaran Islam versi fundamental kepada warga di lembah Swat. Tapi Taliban juga menggunakan radio itu untuk melaksanakan kekuasaan yang sangat duniawi.

Akhir pekan lalu Fazlullah membacakan daftar buronan berisi nama 40 orang, termasuk menteri dan anggota parlemen, yang ingin menyeret Taliban ke pengadilan. Pembunuhan terhadap mereka yang menentang ekstrimis masuk dalam agenda harian, terutama malam hari saat tentara berlindung dalam kamp.

Jurnalis Pakistan, Ahmed Rashid, diakui dunia internasional untuk soal Taliban dan menulis sejumlah buku mengenainya.

Ia mengatakan, “Seluruh lembah Tal tampaknya sudah dikuasai militan, kecuali sejumlah kamp militer. Tapi kawasan luar kota sudah berada di tangan militan. Mereka memberi ultimatum tanggal 15 Januari untuk menutup semua sekolah anak perempuan. Dan sepertinya itu dilaksanakan, karena semua sekolah anak perempuan di Swat, yang tidak dihancurkan sebelumnya, sudah ditutup semua. Dan tentara tidak bertindak apa-apa untuk mencegah.“

Jumlah pejuang Taliban di Lembah Swat diperkirakan 4.000 orang. Jumlah tentara Pakistan di kawasan itu tiga kali lipat lebih banyak. Toh setelah pertempuran berbulan-bulan, tentara tak juga mampu mencegah Taliban menguasai kawasan itu secara de facto. Dimana letak masalahnya?

Ahmed Rashid, mengatakan, “Persoalannya, tentara Pakistan tidak dilatih untuk melawan pemberontak, tapi untuk perang konvensional melawan India. Selama 6 bulan terakhir Amerika menawarkan pelatihan, tapi militer yang tetap menganggap ancaman terbesar datang dari India, bersikeras bahwa mereka tidak butuh latihan untuk menghadapi pemberontak.“

Menurut Rashid, jurnalis Pakistan yang juga pakar soal Taliban, tentara pemerintah juga tidak mempertahankan daerah yang sudah dimenangkan, apalagi membangunnya kembali. Konsekuensinya, militan kembali datang. Korban sipil berjatuhan sementara tindakan singkat dan tidak konsekuen dari militer dan politisi tak mampu menahan aksi Taliban. Satu contoh aktual bagi keraguan otoritas Pakistan adalah Jamaat ud-Dawa.

Organisasi amal ini merupakan samaran bagi teroris dari Lashkar-e-Tayyaba, yang dituduh pelaku serangan di Mumbai, November lalu, juga di gedung parlemen India tahun 2001. Pakistan hanya melarang organisasi Jamaat ud-Dawa dan menahan beberapa pemimpinnya, itupun setelah banyaknya tekanan dari luar negeri. Keraguan pemerintah Pakistan, kata Ahmed Rashid, berhubungan dengan besarnya organisasi tersebut.

Rashid mengatakan, “Tidak diragukan lagi merupakan kelompok militan terbesar dan organisasi amal terbesar di negeri ini. Mungkin juga kelompok terorganisir paling baik dengan sayap di penjuru negeri. Kita menghadapi tantangan sangat besar. Tahun 2001, Pakistan melarang Lashkar-e-Tayyaba setelah serangan di parlemen India. Tapi larangan itu tak pernah dilaksanakan dan kelompok itu terus berkembang. "

Paling tidak, akhir pekan lalu pemerintah Pakistan menempatkan markas besar Jamaat ud-Dawa di Muridke, Lahore, di bawah pengawasan resmi. Tapi belum jelas, apakah ini hanya isyarat untuk luar negeri, ataukah Pakistan akan menindak ekstrimis secara konsekuen. (rp)