Menghidupi Keluarga dari Tumpukan Sampah di Desa Bangun Mojokerto
Memilah sampah ternyata menjadi mata pencaharian yang lebih menguntungkan daripada menjadi asisten manajer di sebuah perusahaan mebel. Setidaknya ini menurut Rebin, warga desa Bangun yang dikenal sebagai desa sampah.
Desa Sampah di Mojokerto
“Desa atau kampung sampah“ julukan yang diberikan bagi Desa Bangun tidak menjadi persoalan bagi warganya. Sampah adalah sumber penghidupan keluarga, yang telah menjawab berbagai persoalan ekonomi keluarga di desa ini. Hampir seluruh warga Desa Bangun menekuni usaha pemilahan sampah. Hampir di setiap halaman atau pekarangan rumah warga, terdapat gunungan sampah plastik yang siap dipilah.
Memilih untuk memilah sampah daripada kerja kantoran
Pria bernama Rebin ini, sejak 2005 lalu memilih jalan menjadi pemulung dan pemilah sampah plastik, untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Pendapatannya selama menekuni usaha pemilahan sampah plastik ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gaji sebelumnya sebagai karyawan pada perusahaan medel. Terakhir, posisinya di perusahaan mebel adalah sebagai asisten manajer.
Temuan selain sampah dapat membawa berkah
Hal yang menyenangkan saat bekerja memilah sampah plastik adalah ketika menemukan sesuatu yang berharga. Warga Desa Bangun sering kali menemukan uang mata asing di antara tumpukan sampah. Bahkan ada juga yang mengaku menemukan emas serta perak.
Dapat menghidupi keluarga dari memilah sampah
Warga Desa Bangun lainnya, Warno, yang menjadi pengepul sampah plastik juga berharap pemerintah tidak serta merta menghentikan pengiriman sampah plastik ke desanya. Sampah plastik telah menjadi penopang ekonomi keluarganya, hingga mampu menguliahkan 2 anaknya hingga lulus perguruan tinggi negeri.
Kebal penyakit walau setiap hari berkutat dengan sampah
Warga Desa Bangun mengaku tidak ada masalah dengan kesehatannya, akibat dampak bekerja memulung sampah selama belasan tahun. Bahkan anak-anak yang bermain di kawasan pembuangan sampah plastik juga tidak pernah terserang penyakit. Adapun gatal-gatal dirasakan akibat dampak pembuangan air limbah pabrik kertas, yang sering dipakai warga untuk mengairi sawah. (pn/yf)