1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjelang KTT Pembentukan Uni Laut Tengah di Paris

11 Juli 2008

Pertemuan puncak Uni Eropa dengan negara-negara Laut Tengah hari Minggu (13/07) di Paris dapat meningkatkan peranan Eropa di Timur Tengah dan mendukung dialog dengan negara-negara Arab di Laut Tengah.

https://p.dw.com/p/EaeL
Peta negara-negara Uni Laut Tengah

Namun, di pihak Arab terdapat beberapa hal yang mengganjal dalam projek ini. Selain itu, ide Uni Laut Tengah itu tidak lagi merupakan ide yang awalnya dicita-citakan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy.

Uni Laut Tengah adalah projek mercu suar Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Saat kampanye pemilu presiden Prancis, ia sudah mengetengahkan visi dari sebuah mata rantai antara Eropa dan Afrika. Kini, sebagai pemimpin Dewan Eropa selama enam bulan ke depan, Sarkozy ingin mewujudkan rencana-rencana itu. Menjelang pertemuan puncak atau KTT pembentukan Uni Laut Tengah di Paris, Sarkozy sekali lagi menegaskan pentingnya projek itu baginya:

"Kami bekerja dari pagi sampai tengah malam untuk Uni Laut Tengah. Ini merupakan sesuatu yang amat penting bagi saya. Kehadiran semua pemimpin negara UE dan Laut Tengah di Paris yang mengatasnamakan wilayah tersebut, sangat menyentuh saya. Ini adalah kabar terbaik untuk perdamaian di Timur Tengah."

Selain pemimpin negara UE, kebanyakan pemimpin negara di Laut Tengah termasuk negara-negara Arab dan Israel serta Turki, menyatakan akan datang ke Paris. Namun Presiden Libya, Muammar el Gaddafi tidak akan menghadiri KTT itu. Awalnya dia menyambut baik uni tersebut, tapi kemudian akhirnya menolak ikatan itu. Aljazair juga menolak gagasan Persiden Sarkozy, tetapi Presiden Abdelaziz Bouteflika akan menghadiri KTT di Paris.

Ketua Parlemen Eropa, Hans-Gert Pöttering menyambut baik peluang untuk melakukan kerjasama seperti itu. Tetapi dia juga mengemukakan:

"Parlemen akan mengamati agar semuanya tidak hanya wacana saja. kami harus mencapai hasil yang nyata, dalam dialog politik,masalah ekonomi, perlindungan alam, lalu lintas dan dialog antarbudaya. Ini merupakan satu-satunya wadah dimana Israel dan Palestina duduk berdampingan. Parlemen Eropa ingin sekuat tenaga mendukung upaya ini."

Ketua Komisi Uni Eropa Jose Manuel Barroso juga mendukung Presiden Prancis Sarkozy secara demonstratif:

"Saya ingin menekankan dua gagasan kepemimpinan Prancis dalam Dewan Eropa, yakni kebijakan politik UE dan Uni Laut Tengah. Saya melihat dua peluang untuk UE dalam upayanya untuk menjelaskan peranannya di dunia. Kita harus menjalankan keinginanan ini secara kongkrit."

Namun, ide awal yang dicetuskan Prancis, yaitu Uni Laut Tengah di bawah pimpinan Prancis, telah jauh bergeser. Kanselir Jerman Angela Merkel telah berhasil mengupayakan agar Uni Laut Tengah dimasukkan ke dalam kerangka struktur UE yang sudah ada. Jadi, ini sekarang kurang lebih hanya merupakan penghidupan kembali program UE untuk wilayah Laut Tengah yang memang sudah ada sebelumnya.

Melalui program tersebut diharapkan bahwa hubungan antara UE dan negara mitranya dapat ditingkatkan. Bersamaan dengan itu diinginkan agar hubungan antarnegara Laut Tengah sendiri semakin meluas. Prancis tidak hanya ingin menekan jumlah migran dari negara bekas jajahannya saja, melainkan juga punya kepentingan ekonomi dalam peningkatan kerjasama itu.

Masih belum pasti bagaimana sebaiknya bentuk Uni Laut Tengah. Siapa ketuanya dan di mana markas besarnya. Mesir, Tunesia, Maroko atau sebuah negara UE yang terletak paling selatan diperkirakan merupakan kandidat yang berpotensial. (cs)