1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaTurki

Minim Pemulihan Setahun Setelah Gempa Bumi di Turki

Alican Uludag | Aynur Tekin | Burak Ünveren
5 Februari 2024

Setahun berlalu sejak gempa Bumi hebat mengguncang wilayah tenggara Turki. Hingga kini, para penyintas masih mendekam di kamp-kamp pengungsi, tanpa harapan akan kembali bisa menjalani kehidupan normal di wilayah bencana.

https://p.dw.com/p/4by8J
Kamp pengungsi di Hatay
Kamp pengungsi berupa kota kontainer di Hatay, TurkiFoto: Alican Uludag/DW

Pada 6 Februari 2023, gempa bumi meluluhlantakkan tenggara Turki dan menewaskan lebih dari 50 ribu orang. Sedikitnya 125.000 penduduk mengalami luka-luka ketika gedung-gedung tinggi runtuh dihempas tanah yang berguncang keras.

Setahun berselang, kehidupan di wilayah bencana belum juga pulih. Kota-kota yang terdampak kini terlihat kosong seakan ditinggalkan penduduk. Mereka yang beruntung dapat menetap di kota atau wilayah lain di Turki. Sementara 187 ribu korban gempa masih terpaksa hidup di kotak-kotak kontainer sebagai pemukiman darurat.

"Kehidupan di sini lebih sulit," kata Serap Selcuk, seorang guru yang tinggal bersama kedua anak dan lima orang lain di sebuah kontainer. "Kami berusaha beradaptasi dengan situasi yang sulit," timpal Meryem Karatas, pengungsi lain di Antakya. Kebanyakan mengeluhkan ruang hidup yang sempit, atau minimnya akses listrik dan air minum di kamp-kamp pengungsi.

Pengungsi mengaku sudah tidak lagi menerima bantuan makanan dari pemerintah. Hal serupa dikeluhkan akibat tingginya angka kriminalitas di kamp pengungsi. "Sekarang tidak lagi ada petugas keamanan. Cuma ada beberapa kamera pengawas. Belum lama ini seseorang diserang dengan senjata api. Kami tidak lagi merasa aman di sini," kata Selcuk.

Apartemen untuk korban gempa
Apartemen yang dibangun pemerintah untuk korban gempa di HatayFoto: Aynur Tekin/DW

Terhadang kontroversi pembangunan kembali

Pemerintah Turki masih mengupayakan pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak akibat gempa bumi. Saat ini sebanyak 45.000 gedung apartemen sedang dibangun. Sebanyak 2.665 di antaranya diklaim akan segera rampung. Menurut informasi resmi, sejauh ini baru 25 unit gedung apartemen yang sudah bisa dihuni oleh para penyintas gempa.

Namun tidak semua korban bisa menerima tawaran pemerintah untuk menghuni bangunan baru. "Gedungnya saja belum rampung dan jalan-jalan di sekelilingnya masih berlumpur. Perumahaan ini terlebih terlalu jauh," kata Meryem Karatas merujuk pada lokasi yang berjauhan dari tempat tinggalnya dulu.

"Jumlah rumah yang ingin dibangun tidak sebanding dengan yang runtuh. Adalah hal mustahil bahwa semua pengungsi harus ditampung di sini," katanya lagi. Dia menuntut pemerintah membangun ulang rumah tapaknya yang runtuh, bukan disediakan apartemen.

Hal senada diungkapkan Mustafa Bayir yang enggan dipindahkan ke lokasi lain. "Saya tidak mau meninggalkan kota ini. Pemerintah telah mengabaikan Kota Hazay," ujar pria yang hidup bersama keluarganya yang berjumlah delapan orang di sebuah kotak kontainer.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Mitos pemulihan ekonomi setelah gempa

Setahun setelah gempa, kehidupan di Hatay belum kembali normal. Dilaporkan, gempa merobohkan 95 persen dari seluruh bangunan di kawasan industri tersebut.

Salah seorang yang bertahan, Ethem Icer, terpaksa menjual roti di sebuah bangunan yang rusak. Dari 4.000 gulung roti yang dulu dia produksi selama sehari, kini jumlahnya tinggal 1.000 gulung. Penyebabnya adalah jumlah penduduk kota yang menyusut drastis. 

"Semua orang mengatakan kehidupan di Hatay telah kembali normal. Itu tidak benar."

Seorang mekanik bernama Levent Ineyci juga mengeluhkan betapa pelaku ekonomi kecil "tidak mendapat bantuan apa pun dari negara." Ineyci sudah 20 tahun bekerja di bengkel di kawasan industri Hatay. "Para pemilik toko mengkhawatirkan kelangsungan ekonomi mereka sendiri," ujarnya menambahkan. 

"Negara telah melupakan kami,” kata Ineyci. Banyak orang ingin kembali bekerja, namun negara tidak cukup mendukungnya, lapornya. Banyak pekerja terampil yang menghilang, kata Ineyci. "Kami memiliki banyak pekerja terampil di sini. Mereka pergi dan tidak kembali. Itu merupakan kerugian besar."

Keraguan tentang masa depan di Hatay ikut diumbar Ekrem Öztürk, pengemudi taksi terakhir di kota tersebut. "Banyak orang mengatakan bahwa semuanya telah kembali normal di sini. Itu tidak benar sama sekali. Saya bahkan berharap mati dalam gempa sehingga saya tidak harus mengalami penderitaan di hari-hari belakangan ini."

rzn/as

Burak Ünveren
Burak Ünveren Editor multimedia dengan fokus pada kebijakan luar negeri Turki dan hubungan Jerman-Turki.