1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Misi Penengahan Bill Clinton di Korea Utara

6 Agustus 2009

Bill Clinton sudah kembali ke panggung politik dunia dengan karisma dan otoritas istimewanya.

https://p.dw.com/p/J4ku


Misi penengahan yang dilakukan mantan presiden Bill Clinton di Korea Utara, dengan kesuksesannya membebaskan dua wartawati AS yang ditahan di negara itu, menjadi tema komentar dalam tajuk sejumlah harian internasional.

Harian liberal kiri Inggris The Independent yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar : Bill Clinton mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden dengan mewariskan dua prakarsa yang belum tuntas, yakni dalam tema konflik Timur Tengah dan masalah Korea Utara. Gedung Putih dan kementrian luar negeri tetap membantah adanya pesan pribadi Obama yang disampaikan Clinton menyangkut program atom Pyongyang maupun dalam tema lainnya. Dalam kenyataannya, Clinton memang tidak perlu menyampaikan pesan. Karena dia sendirilah pesan itu, agar pintu perundingan jangan ditutup. Jika Korea Utara mencari pengakuan dunia, Clinton akan menjelaskan kepada Kim Jong Il apa yang harus dia lakukan.

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar : Ini merupakan kemenangan pribadi bagi Bill Clinton yang ibaratnya dilontarkan dengan kencang kembali ke panggung politik dunia. Pada akhirnya tersisa banyak pertanyaan. Menyangkut ongkos politik yang harus dibayarkan oleh presiden Barack Obama. Serta kemungkinan bagian keuntungan apa yang akan diberikan di masa depan? Pada pokoknya pertanyaan menyangkut sesuatu yang amat besar di balik dugaan tarik ulur dengan diktator Kim Jong Il. Tapi titik sengketa tsb, untuk sementara dapat menunggu.

Harian Spanyol El Periodico de Catalunya yang terbit di Barcelona berkomentar : Juga jika pemerintah AS berulangkali menegaskan, kunjungan Bill Clinton ke Korea Utara itu adalah misi pribadi, namun yang dilakukannya adalah percaturan diplomatik yang riskan sekaligus spektakuler. Kembalinya mantan presiden AS itu ke panggung politik dunia jangan ditutup-tutupi maksud utamanya. Clinton membantu diktator megalomania di Korea Utara itu memetik kepopulerannya, tanpa menegaskan bahwa ia harus menghentikan ambisi nuklirnya. Korea Utara menghendaki, sama seperti Pakistan atau Israel secara “de facto“ diakui sebagai negara adidaya atom. Tuntutan ini berbenturan dengan kepentingan AS dan mitranya di Asia. Presiden Barack Obama tidak memerlukan banyak misi spektakuler, melainkan perubahan dalam politiknya.

Terakhir harian Belanda De Volkskrant yang terbit di Amsterdam berkomentar : Kemungkinan Kim Jong Il menganggap kini sudah tiba saatnya untuk menggelar babak diplomatik baru dengan AS, karena dia memandang Barack Obama sebagai mitra perundingan yang bersikap lunak. Juga karena Cina sebagai pendukung utamanya, dalam waktu dekat ini akan kehilangan kesabarannya menyikapi tampilan rezim Korea Utara yang selalu bersikap menantang, yang dapat menimbulkan destabilisasi seluruh kawasan tsb. Washington hendaknya terus mengikuti jalan diplomatis itu, khususnya menimbang munculnya pertanda, bahwa Myanmar hendak mengikuti jejak program atom Korea Utara.

AS/dpa/afpd

Editor : Ayu Purwaningsih