Myanmar dan Investasi Barat
9 Mei 2013Thuzar Nwe duduk di lantai ruang keluarga di rumah seorang ibu muda, Khin Cho Sett. Nwe mencermati setiap poin dalam kuesioner yang telah diisi Cho Sett. Cho Sett menjual lemak babi goreng di kaki lima - sebuah kudapan populer di Myanmar - dan butuh dana untuk mengembangkan bisnis skala kecilnya.
Sebagai penasehat keuangan untuk LSM Minggalar Myanmar, Nwe memberikan pinjaman mikro bagi pengusaha kecil. Kebanyakan pedagang kaki lima di Myanmar adalah perempuan. Jumlah pinjaman bisa mencapai 45 Euro dengan suku bunga sekitar 2,5 persen. Periode pembayarannya mulai dari 3 hingga 6 bulan.
"Setiap minggu mereka datang ke sini untuk membayar cicilan," kata Nwe. "Begitu mereka melunasi pinjaman, mereka dapat mengambil pinjaman baru dengan jumlah yang lebih tinggi."
Menabung sebagai konsep baru
Tidak hanya harus membayar pinjaman, setiap pengusaha kecil harus dapat menabung setiap pekan. Di Myanmar, menabung sisa pendapatan sebelumnya jarang dilakukan. Kini menabung menjadi sebuah konsep baru bagi banyak orang.
Proyek pinjaman ini didukung oleh Yayasan Bank Tabungan untuk Kerjasama Internasional. LSM Jerman tersebut membantu dalam perencanaan dan pengawasan jalannya proyek. Kerjasama ini dimungkinkan berkat reformasi politik di Myanmar, dengan adanya aturan keuangan mikro yang disetujui November 2011.
Semenjak reformasi politik, Myanmar menduduki peringkat tinggi dalam daftar prioritas LSM internasional. Sebuah perkembangan yang diobservasi oleh Birke Herzbruch, yang bekerja untuk organisasi bantuan Jerman, Malteser International.
"Saat ini banyak LSM dari Eropa, Amerika Serikat dan Australia yang berusaha untuk membenamkan kaki di Myanmar," jelas Herzbruch. "Ini penting karena memang kebutuhannya besar, terutama di wilayah pedesaan, tapi juga terus meningkat di perkotaan. LSM dapat membawa perubahan besar di Myanmar."
Bahaya ketidakseimbangan ekonomi
Pimpinan oposisi Aung San Suu Kyi memilih untuk bersikap pragmatis dalam mendatangkan investasi ke Myanmar.
LSM memang mendatangkan dana dan sektor non-laba tak lama lagi akan menjadi sumber utama pendanaan asing di Myanmar. Tapi Dr. Wang Yit Fang, penasehat bagi kelompok bisnis multinasional Jardines, memperingatkan bahwa hal ini dapat berujung pada ekonomi yang timpang dengan ketergantungan terhadap dana bantuan.
"Begitu banyak LSM asing yang datang sehingga menurut saya akan berdampak besar bagi ekonomi Myanmar. Dana LSM, jika jumlahnya terlalu besar, atau terlalu dini, akan menyerap sumber daya manusia yang umumnya langka di negara berkembang seperti Myanmar. Bakar terbaik umumnya lari ke sektor yang paling banyak dialiri dana."
Namun, Cho Sett berharap pendanaan asing dapat menggenjot perekonomian dan membantunya menjual lebih banyak lemak babi goreng. Menurutnya, semakin banyak uang yang masuk ke kantong orang lain - maka semakin berkembang juga usaha skala kecilnya.