1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

OECD: Jam Kerja Orang Jerman Lebih Sedikit

Insa Wrede
25 Oktober 2024

Jika melihat data dari OECD, dibandingkan orang Indonesia, orang Jerman bekerja jauh lebih sedikit. Apakah orang Jerman sekarang jadi pemalas?

https://p.dw.com/p/4mEde
Foto ilustrasi tertidur di tempat kerja
Dilihat dari atas, seorang pria tertidur di meja kerjanyaFoto: Monkey Business 2/Shotshop/imago images

Menurut laporan Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD, orang Jerman dalam setahunnya rata-rara hanya bekerja 1.340 jam. Jumlah ini jauh lebih sedikit, misalnya jika dibandingkan dengan di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 1.800 jam.

Namun, meski jam kerja di Jerman lebih 'sedikit', peneliti pasar tenaga kerja Enzo Weber dari Institute for Employment Research (IAB) di Nuremberg, Jerman, menepis anggapan bahwa orang Jerman yang dulunya sangat tekun sekarang hanya ingin menikmati hidup mereka.

Berbicara dengan DW, Weber juga menunjukkan bahwa angka-angka OECD "tidak berarti bahwa lebih sedikit pekerjaan yang dilakukan di Jerman”, melainkan sebaliknya. "Lebih banyak pekerjaan yang dilakukan karena alternatifnya adalah para perempuan ini tidak dimasukkan dalam statistik sama sekali,” katanya, seraya menambahkan bahwa OECD sendiri memperingatkan bahwa data tersebut hanya digunakan secara terbatas untuk perbandingan internasional.

Pergeseran tenaga kerja dan Gen Z

Menurut Weber, salah satu penulis studi ketenagakerjaan IAB, masa-masa di mana pria bekerja penuh waktu dan perempuan tinggal di rumah sudah lama berlalu di Jerman. Saat ini, 77% perempuan Jerman bekerja, menandai peningkatan signifikan dalamperan perempuan pada ketenagakerjaan Jerman selama 30 tahun terakhir, meskipun banyak dari mereka yang bekerja paruh waktu.

Dari para perempuan yang bekerja penuh waktu, hampir setengahnya ingin mengurangi jam kerja mereka sekitar enam jam per minggu, menurut survei IAB. Di antara pria yang bekerja penuh waktu, sekitar 60% mengatakan bahwa mereka ingin bekerja sekitar 5,5 jam lebih sedikit.

Keinginan untuk mengurangi jam kerja, baik di kalangan pria maupun perempuan di Jerman, sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu. Tetapi keinginan tersebut semakin tinggi ketika Generasi Z atau generasi yang lahir antara tahun 1995 dan 2010 mulai memasuki pasar tenaga kerja dalam beberapa tahun terakhir.

Gen Z memiliki reputasi yang meragukan karena menginginkan gaji yang tinggi dan waktu luang sebanyak mungkin. Namun, Weber mengatakan bahwa ini adalah stereotip, dan bahwa karier kerja yang sukses sama pentingnya bagi sebagian besar Gen Z seperti halnya generasi sebelumnya.

Bagaimana cara bekerja lebih sedikit dengan lebih sedikit orang?

Sementara itu, keinginan Gen Z untuk mendapatkan jam kerja yang lebih sedikit dan lebih fleksibel telah menjadi tuntutan utama dari serikat pekerja yang secara tradisional kuat di Jerman. Mereka telah mendapatkan lebih banyak daya tarik karena kekurangan tenaga kerja terampil yang masif dan pengalaman kerja jarak jauh yang baik selama pandemi COVID-19.

Akibatnya, karyawan saat ini memiliki pengaruh yang lebih besar dan dapat mendorong lebih keras untuk perubahan di tempat kerja daripada yang dilakukan oleh para pekerja generasi millenial, ketika Jerman berada dalam cengkeraman pengangguran massal.Namun, bagaimana "bekerja lebih sedikit” sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan pekerja terampil dan keinginan untuk menghindari hilangnya kemakmuran? Diperkirakan pada tahun 2035, akan ada 7 juta orang lebih sedikit di pasar tenaga kerja Jerman akibat perubahan demografis.

Salah satu cara untuk mengatasi situasi ini adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Weber percaya bahwa tidak masuk akal untuk memaksakan jam kerja maksimum. Sebaliknya, ia berpendapat untuk meningkatkan kualitas kerja melalui pelatihan, investasi dalam digitalisasi, terutama kecerdasan buatan dan restrukturisasi ekologi ekonomi.

Menghentikan penurunan pertumbuhan produktivitas

Weber juga menyerukan kebijakan kualifikasi proaktif yang menghindari pekerja menunggu hingga seseorang tidak kembali bekerja karena perubahan struktural dan kemudian mulai melakukan intervensi dengan langkah-langkah darurat. Sebaliknya, orang harus diberdayakan untuk mengambil inisiatif dan berperan aktif dalam karier mereka.

Namun, saat ini, pertumbuhan produktivitas Jerman sangat kecil. Sebuah studi dari McKinsey Global Institutue menunjukkan bahwa antara tahun 1997 dan 2007, ekonomi Jerman mengalami pertumbuhan produktivitas sebesar 1,6% per tahun, tetapi turun setengahnya menjadi 0,8% antara tahun 2012 dan 2019.

Dalam hal ini, Jerman tidak terkecuali dengan negara-negara maju lainnya, di mana sebagian besar pekerjaan baru juga diciptakan di sektor-sektor dengan produktivitas rendah seperti jasa. Selain itu, sektor berupah rendah, yang tidak dikenal sangat produktif, telah meledak di mana-mana dalam beberapa dekade terakhir.

Pada saat yang sama, produktivitas tenaga kerja telah tumbuh di tempat lain di dunia. Didorong sebagian besar oleh kemajuan di negara-negara berkembang, pertumbuhan produktivitas global melonjak enam kali lipat antara tahun 1997 dan 2022. Rata-rata PDB per kapita melonjak dari $7.000 (sekitar Rp110 juta) menjadi $41.000 (sekitar Rp640 juta) selama periode tersebut.

Namun demikian, Weber dari IAB menganjurkan fleksibilitas yang lebih besar di pasar tenaga kerja Jerman dengan cara para pekerja harus bebas memilih jam kerja mereka pada berbagai tahap kehidupan mereka.

"Kita tidak membutuhkan lima atau empat hari kerja dalam seminggu; kita membutuhkan beberapa hari kerja dalam seminggu dan fleksibilitas dalam pekerjaan sepanjang hidup kita,” katanya, Weber percaya bahwa mungkin dengan model kerja baru yang fleksibel, bahkan para pensiunan pun dapat termotivasi untuk terus bekerja.

 

Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Jerman