Pembangunan Pemukiman Israel
21 Desember 2012Israel tidak berlama-lama menunggu untuk mereaksi sorak-sorai kemenangan Palestina. Akhir November lalu warga Palestina merayakan status barunya sebagai negara pengamat pada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel menjawabnya dengan pemberian lampu hijau untuk pembangunan ribuan flat baru di wilayah pendudukan. "Kalian pergi ke PBB, jadi inilah imbalannya, langsung di depan mata", demikian Sylke Tempel, pakar Timur Tengah di Komunitas Jerman bagi Kebijakan Politik Luar Negeri (DGAP), menginterpretasi sinyal yang diberikan Israel kepada Palestina. Sebagian besar dari flat baru yang direncanakan dalam proyek pembangunan besar-besaran itu akan didirikan di Yerusalem Timur.
Kampanye pemilu dan kurangnya tempat tinggal
Rencana pembangunan terbesar yang kini dicanangkan kotamadya dan kementrian perumahan Israel, sudah ada sejak tahun 1990-an, kata Walter Klitz dari yayasan Jerman, Friedrich-Naumann di Yerusalem.
Mengapa rencana tersebut dikeluarkan justru saat ini, tampaknya karena ada kaitannya dengan kampanye pemilu di Israel. Januari 2013 Israel akan melaksanakan pemilu parlemen. Jajak pendapat memprediksi, partai-partai berhaluan kanan akan memperoleh peningkatan suara secara masif. "Ini adalah motivasi pemerintahan Netanyahu saat ini untuk kembali memicu tema permukiman baru supaya mereka tidak akan terlalu banyak kehilangan suara yang kemungkinan direbut kubu kanan, demikian dijelaskan Klitz.
Dengan rencana perluasan permukiman di pinggir kota Yerusalem, pemerintahan Israel tanmpaknya tidak hanya mengakomodasi pemilih dari barisan kanan. Tahun lalu ratusan ribu warga Israel turun ke jalan memprotes situasi kurangnya tempat tinggal dan meroketnya uang sewa. Israel sebagai negara penampung imigran, masih membutuhkan permukiman. Sylke Tempel mengutarakan kekhawatirannya: "Di permukiman-permukiman yang sangat dekat dengan wilayah Israel, kebanyakan penduduk pura-pura tidak mengetahui atau tidak peduli bahwa wilayah itu adalah "disputed territory", jadi merupakan wilayah yang kontroversial.
Walikota mempromosikan iklim yang nyaman
Lebih 200.000 pemukim Yahudi hidup di Yerusalem Timur, sebuah wilayah yang kebanyakan menunjukkan karakter sebuah kota pinggiran yang biasa. Seperti permukiman Ma'ale Adumim, sekitar lima kilometer dengan mobil dari perbatasan kota Yerusalem. Walikota memikat keluarga-keluarga muda dan juga lansia Yahudi-Amerika dengan mempromosikan jalur lalu lintas kawasan yang cukup baik dan iklim yang nyaman, ujar Sylke Tempel. Kawasan ini berbeda dengan permukiman di wilayah Tepi Barat Yordan, tempat sekitar 340.000 orang bermukim. Kebanyakan kawasan ini "dapat dikenal dari jauh sebagai sebuah unsur yang kelihatan asing". "Hanya sedikit orang Israel yang membayangkan pindah ke wilayah Tepi Barat, di dekat sebuah kota besar Palestina. Biasanya yang mau pindah adalah orang-orang dari gerakan deologis, tambah pakar Timur Tengah itu."
Hanya sebuah alasan hambatan yang paling nyata bagi perdamaian
Israel memandang Yerusalem sebagai ibukotanya yang "tidak dapat dibagi". Sedangkan Palestina menginginkan bagian timur kota itu menjadi ibukota negaranya. Permukiman yang direncanakan Israel justru berada di di wilayah ini. Tak heran kalau reaksi Palestina keras sekali: "Pemukim dan pemerintah Israel seharusnya tahun bahwa mereka harus bertanggung jawab untuk hal ini", ancam jurubicara Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dan memperingatkan, Palestina sebagai negara pengamat di PBB dapat saja meminta bantuan Mahkamah Internasional di Den Haag. "Permukiman-permukiman baru itu mempunyai efek sinyal politik yang besar karena negeri yang dilihat Palestina sebagai miliknya itu, sudah penuh dengan bangunan hunian", demikian Sylke Tempel yang menganalisa dampaknya bagi proses perdamaian Israel-Palestina. Ia selanjutnya mengatakan, "tetapi ini hanya satu dari sekian banyaknya alasa hambatan bagi perdamaian."