1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilihan Parlemen Di Yordania Diwarnai Tuduhan Manipulasi

21 November 2007

Kelompok radikan Islam menuduh pemerintah merintangi beberapa calon dalam kampanye pemilu dan memanipulasi hasilnya.

https://p.dw.com/p/CT7I

15 organisasi non pemerintah menolak untuk mengawasi pemilu, karena tidak adanya prasyarat bagi pemilu yang bebas dan jujur. Untuk pemilu kemarin terdapat 885 calon untuk menjadi anggota parlemen, termasuk 22 orang dari kelompok radikal. Tetapi wewenang parlemen tidaklah terlalu besar, karena keputusan akhir terletak di tangan Raja Abdullah II.

Sebanyak 40.000 polisi dan anggota brigade militer ditugaskan di seluruh negeri untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Tentu saja televisi Jerman ARD boleh ke lokasi pemilu. Seorang polisi mempersilahkan masuk: "Oke, tak ada masalah."

Raja Abdullah menjanjikan pemilu yang bebas dan jujur dan nampaknya memang demikian. Petugas di sebuah wilayah merasa puas: "Anda lihat sendiri, disini semua berjalan lancar, tidak ada insiden, semua terbuka. Inilah demokrasi dan orang memahaminya."

Walau pun demikian ada keraguan. Oraib al Rantawi dari Pusat Studi Politik di Amman berpendapat: "Mereka tidak mementingkan HAM atau demokrasi. Yang diharapkan penguasa hanyalah terjamin dan stabilnya sistem yang ada. Sayangnya ini sudah berlangsung sejak dua tahun, terutama sejak pemilu di Palestina dimenangkan oleh Hamas."

Jalur Gaza diperintah oleh Hamas yang radikal. Libanon berupaya menanggulangi perpecahan. Iran terlibat konflik berkesinambungan dengan AS. Dan pertempuran serta serangan-serangan di Irak nampak tak kunjung berakhir.
Kondisi di sekelilingnya itu tidak menenteramkan hati bagi Yordania, kerajaan kecil yang stabil dan liberal di Timur Tengah. Namun Yordania bukanlah negara demokrasi ala barat.
Eksistensi partai-partai politik bukan merupakan tradisi dan tidak punya pengaruh. Seringnya itu hanyalah anggota keluarga-keluarga besar yang berpengaruh dan dekat dengan keluarga kerajaan.
Hanya Front Aksi Islam yang merupakan kekecualian dan satu-satunya kekuatan oposisi yang dapat dianggap serius. Nimer Al Assaf dari kelompok itu menyebutkan ketidak-beresan yang ada: "Masalah utamanya adalah tingkat penghasilan yang rendah, harga-harga yang tinggi dan pengangguran. Kami selalu mengatakan, kami ke parlemen untuk mempertanyakan hak-hak warga."

Walaupun demikian Front Aksi Islam tidak berpeluang meraih mayoritas dalam sistem pemilu sekarang ini.
Secara formal pemilu berjalan sebagaimana mestinya, juga menurut ukuran Eropa. Seorang pemilih mengatakan: "Mula-mula diperiksa, apakah nama kita tercantum dalam daftar pemilih. Lalu kita memperoleh kertas suara, masuk ke kabin dan mengisi kertas suara itu. Setelah dilipat, kita masukkan ke kotak suara."