Pencari Suaka di Indonesia: Mencari Kebebasan, Malah 'Terpenjara'
Februari 2019 seorang pengungsi asal Afghanistan di Manado tewas bakar diri setelah ditolak untuk masuk ke negara tujuan imigrasi. Bagaimana kehidupan pengungsi dan pencari suaka ini di Indonesia?
Menanti Nasib
Dari 14 ribu imigran ilegal (pengungsi dan pencari suaka) terdapat 700 anak-anak. Gadis muda ini baru berumur 14 tahun dan sudah mengungsi dari Afghanistan. Saat ini ia tinggal di tenda pengungsi di pinggir jalan di Jakarta Barat.
Tenda Pinggir Jalan
Hampir seratus orang umumnya asal Afghanistan tidak bisa ditampung dalam rumah detensi di Kalideres, Jakarta Barat sehingga mereka terpaksa tinggal di bawah tenda biru ini di pinggir jalan. Sudah lebih dari satu tahun mereka ada di sini.
Perempuan dan Anak Menjadi Korban
Imigran ilegal terbagi dalam dua kategori yaitu pengungsi dan pencari suaka. Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap iba pada nasib imigran gelap yang ada di depan rumah detensi yang dipimpinnya, apalagi sebagian besar perempuan dan anak,namun mereka tidak dapat ditampung karena status tidak jelas. Status pengungsi dan pencari suaka ditentukan UNHCR berdasarkan rekam jejak imigran tersebut.
Rumah Detensi
Di rumah detensi ini hanya ada 51 kamar tetapi jumlah penghuni 1634 orang. Umumnya sudah berada di rumah detensi ini tiga-empat tahun. Rumah detensi berfungsi menampung pelanggaran keimigrasian dan tidak dimaksudkan untuk pemenjaraan. Kebutuhan makan mereka selama tinggal di sini adalah 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan perorang. Biaya ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Kamar Rumah Detensi
Paling tidak seorang penghuni rumah detensi membutuhkan biaya makan selama tinggal di sini sebesar 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan per hari. Total sekitar 1,2 juta rupiah perorang yang ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Mirip “Kos-kosan”
Jam hampir menunjukkan pukul 11 siang namun kamar-kamar masih tertutup rapat dan tidak ada kegiatan. Menjadi imigran gelap memang menyesakkan. Umumnya ingin kebebasan sehingga memilih kabur dari negara mereka tetapi justru berada dalam “penjara” karena pelanggaran keimigrasian. Ibaratnya imigran gelap seperti penghuni kos tanpa kepastian untuk kebebasan.
Klinik Rumah Detensi
Pemerintah memiliki 13 rumah detensi yang tersebar di Indonesia. Di Kalideres ini terdapat klinik jika penghuni sakit. Jika harus dibawa ke rumah sakit, sudah ada RS rujukan yakni di RS Pengayoman.
Klinik Gigi
Selain klinik untuk penyakit ringan, terdapat klinik gigi di dalam rumah detensi untuk penghuni. Dokter gigi menolak untuk difoto.
Suplai Air
Untuk memenuhi kebutuhan air penghuni rumah detensi setiap hari didatangkan air bersih sebanyak 8000 liter untuk mandi, cuci dan kakus. Menurut Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap, setiap hari untuk membeli air keluar ongkos 400 ribu rupiah.
Proses Wawancara Suaka
Bagi pencari suaka yang sudah lolos urusan administrasi maka diseleksi pihak negara ketiga, negara calon penerima pencari suaka. Pekan lalu ada 29 pencari suaka asal Somalia yang ditahan di rumah detensi Medan diterbangkan ke Jakarta untuk proses wawancara oleh satu kedutaan besar di Indonesia. Mereka diinapkan di sebuah hotel di Jakarta Pusat atas biaya Organisasi Pengungsi Internasional (IOM).
Menunggu Jawaban Suaka
Pria asal Afghanistan ini sudah menghuni kamar hotel di Jakarta Pusat selama 8 bulan. Ia sedang menunggu jawaban penempatan ke negara ketiga jika ia beruntung, ia bisa menjadi imigran legal dan memulai hidup baru di negara baru. Pria ini berkata, “Negara apa saja yang mau menerima saya, saya mau. Saya tidak mau tinggal di negara perang Afghanistan,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang lancar.
Masakan Kampung Halaman
Meski sudah bertahun-tahun meninggalkan kampung halaman, pencari suaka asal Afghanistan ini sedang menyiapkan adonan roti khas negerinya (pita bread). Di hotel yang disewa IOM ini, pengungsi bebas memasak dan keluar dari hotel. Mereka tidak akan melarikan diri karena mereka menunggu ditempatkan ke negara penerima suaka.