Melihat Pembuatan Batik Kain Besurek, Warisan Budaya Bengkulu
Kain besurek, karya budaya dari Provinsi Bengkulu ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2015. Corak kaligrafi sangat kental di batik besurek dan menjadi penanda akulturasi budaya lokal dan Arab.
Industri rumahan di Kampung Batik Betungan
Di Kampung Batik Betungan, Bengkulu, sekitar 101 ibu rumah tangga menjadi pengrajin batik tulis yang masih konsisten melestarikan batik tulis besurek. Mereka setiap hari bergantian membatik di ruangan berukuran 6x3 meter, di sebelah kantor Lurah Betungan. Shif pertama membatik mulai pukul 09.30 WIB hingga 12.00 WIB. Sedangkan shif kedua mulai pukul 12.30 hingga 16.00 WIB.
Kental pengaruh budaya Islam
Budaya Islam terlihat dari corak di batik kain besurek. Awalnya kain besurek hanya bermotif arab huruf kaligrafi, serta menghindari motif-motif yang bernyawa seperti tumbuhan dan hewan. Namun perubahan pun terjadi. Kain besurek mulai menggunakan motif burung kuau yang disamarkan. Serta menggunakan motif bunga Rafflesia, seiring ditetapkannya bunga Rafflesia sebagai ikon Bengkulu.
Pembatik mahir di Bengkulu kian jarang
Perlu kehati-hatian dalam proses melilin agar motif yang sudah digambar di atas kain katun sepanjang 2,4 meter terlihat sempurna dan halus. Kini, sumber daya manusia yang mahir membatik di Bengkulu bisa dikatakan sangat jarang. Untuk beberapa batik tulis yang tingkat pengerjaannya sangat rumit dengan proses pewarnaan berulang-ulang, perlu bantuan dari pengrajin batik di Jawa Tengah.
Pemberian warna dasar batik
Proses pemberian warna dasar untuk kain batik besurek oleh pengrajin ibu rumah tangga dari Kampung Batik Betungan. Setiap bulan, kelompok pengrajin di sini bisa memproduksi hingga 20 lembar kain batik besurek tulis dengan ukuran 2,4 meter per lembarnya. Jika dikalkulasikan uang yang dihasilkan per bulan ada di kisaran Rp7 juta.
Tidak bisa berproduksi massal
Evrien Mega dari Kelompok pengrajin Kampung Batik Betungan menunjukan hasil karya batik tulis industri rumahan rumahan yang sudah ia rintis. Menurutnya, proses pembuatan batik besurek tidak bisa cepat dan terburu-buru. "Bisa memakan waktu hingga satu minggu untuk menyelesaikan satu lembar kain batik besurek," ujar Mega.
Pembeli sepi, karyawan terpaksa dirumahkan
Sepinya pembeli batik kain besurek tulis membuat Dony Roesmandani harus merumahkan hampir seluruh karyawannya. Tak ada pilihan lain, ia harus turun tangan mengerjakan setiap tahapan proses pembuatan batik, termasuk menganginkannya. Karyawannya hanya tersisa 2 orang, untuk menghemat ongkos kerja proses membatik dilakukan di rumah masing-masing.
Produksi di Jawa agar biayanya lebih murah
Sementara Atika Sumarwani lebih memilik membuka pusat produksi batik kain besurek di Solo, Jawa Tengah, agar hemat biaya produksi. Atika mempekerjakan 60 pengrajin batik untuk memproduksi batik cap dan batik tulis bagi merek usahanya, Atik Opet. Sebagai pengrajin sekaligus penjual, Atik harus menekan biaya produksi agar bisa menjual batik kain besurek lebih murah.
Upaya popularkan batik besurek di masyarakat
Beragam motif dan jenis warna batik besurek yang dijual di toko Atik Opet. Batik kain besurek kini tidak lagi hanya dipakai oleh kaum bangsawan atau hanya tampil dalam acara tertentu. Saat ini batik besurek sudah lebih memasyarakat dan dipakai untuk seragam sekolah dan kantor. (ae)