1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perkembangan Taliban Kegagalan Pemerintah

18 Februari 2009

Kompromi pemberlakuan Hukum Syariah di Lembah Swat dan Kunjungan Menteri Luar Negeri Jerman ke Irak dan menjadi tema Pers Internasional.

https://p.dw.com/p/GwyA
Sekolah di Lembah Swat yang hancur oleh serangan TalibanFoto: picture-alliance / dpa

Hari Selasa (17/02) di Pakistan, para pemuka agama dan pemimpin pemerintahan di provinsi barat laut negara itu melakukan kesepakatan untuk mengganti hukum sekular dengan hukum syariah untuk lembah Swat dan kawasan sekitarnya. Dengan tercapainya kesepakatan itu Taliban merayakan kemenangannya. Harian Inggris The Times berkomentar:

„Pemerintah Pakistan membantah pemberlakuan Syariah di Lembah Swat sebagai kompromi dengan kelompok Taliban dengan imbalan tercapainya gencatan senjata. Hanya beberapa yang yakin akan hal itu. Pakar Pakistan berpendapat, deal dengan para ekstremis ini hanya akan mendorong peraturan hukum yang lebih ketat. Pemerintah Pakistan dari Presiden Zardari berharap dapat mengulur waktu. Tapi mereka harus segera memutuskan. Jika ingin bertahan hidup, mereka harus segera menghentikan politik kompromi seperti ini. Fundamentalisme harus dikalahkan dengan pesawat mata-mata, militer dan undang-undang."

Sementara harian Austria Salzburger Nachrichten memandang kesalahan berkembangnya Taliban di Pakistan terletak pada pemerintah yang gagal total. Harian yang terbit di Wina itu menulis:

"Menjelang pemilihan umum, tokoh politik Pakistan dengan lantang mengumumkan mereka belajar dari pengalaman pahit beberapa dekade terakhir. Kali ini mereka akan berupaya keras agar kepentingan bangsa dan sekitar 140 juta penduduk Pakistan tidak sampai luput dari pandangan. Kesalahan manajemen, alasan yang menjengkelkan pemerintahan sipil sejak berdirinya Negara Islam Pakistan, kali ini tidak akan terjadi. Dalam dua belas bulan terakhir parlemen mensahkan keseluruhan empat undang-undang, meskipun banyak hal mendesak yang harus dilaksanakan. Zardari mengumpulkan sebuah kabinet yang dengan bangga menampillkan jumlah menteri sebanyak 63 orang, tapi tidak begitu meyakinkan. Bersamaan dengan itu pasokan listrik di negara itu menjadi demikian buruk, dimana industri tekstil sebagai penghasil devisa produksinya hanya tinggal 50 persen. Siapa yang memerintah dengan kekacauan begitu besar, menanggung kesalahan sendiri bila para ekstremis di negara itu semakin kuat."

Kunjungan mendadak Menteri luar negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier di Irak menjadi sorotan harian Swiss Neue Zürcher Zeitung

"Tiba-tiba warga Irak kembali mampu memiliki harapan. Sang menteri luar negeri mengatakan demikian: Pemerintah Irak mencapai keberhasilan penting dalam stabilisasi politik negara tersebut. Kami ingin mendukung Irak yang baru ini menuju konsolidasi demokrasi dan kompromi yang damai antara berbagai agama dan etnis." Itu bagus. Hanya pria berbaik hati dari Berlin itu juga boleh menyebutkan negara mana yang membentuk Irak yang baru ini, dan berapa banyak yang harus dibayar untuk kompromi damai antara berbagai agama dan etnis tersebut sampai sekarang. Tapi memang: Sejak George W. Bush hilang dari topik utama media massa dan presiden baru melanjutkan perang melawan teror, budaya kemarahan tidak lagi digunakan. Sekarang pelancong bisnis dapat kembali membuka kopernya di Bagdad. Sarkozy yang hiperaktif sudah melakukannya pekan lalu, "Frank" sang pejuang kampanye pemilu pekan ini dan lain-lainnya akan menyusul. Sungguh indah, bahwa Irak kembali menjadi sebuah negara demokratis." (dk)