1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Potret Raja Yordania Abdullah II

14 November 2007

Tak lama setelah memangku jabatannya pada bulan Februari 1999 Raja Abdullah II mengemukakan, bahwa ia sama sekali tidak pernah ingin menjadi raja. Diakuinya pula jabatan ini merampas kehidupan pribadinya.

https://p.dw.com/p/CT9M
Raja Abdullah II
Raja Abdullah IIFoto: AP

Bukan hanya Abdullah sendiri yang heran, bahwa dialah yang menggantikan ayahnya Raja Hussein. Mengingat usianya ketika itu baru 37 tahun, hanya sedikit pengamat politik yang yakin akan kemampuannya untuk mengikuti jejak ayahnya yang berpengalaman luas dan dihormati di dunia. Tetapi dalam waktu hampir 9 tahun, Abdullah yang masih sering dijuluki 'raja muda' membuktikan bahwa dengan sikapnya yang terbuka ia dapat melaksanakan apa yang dianggapnya baik.

Di Yordania Abdullah menjalankan kebijakan modernisasi yang ketat, terutama di bidang ekonomi. Di bidang politik ia lebih mengutamakan jalan tradisional seperti yang ditempuh ayahnya bersama dengan suku-suku di negaranya. Raja dan istrinya Ratu Rania sama-sama dihormati. Ratu Rania bukan hanya cantik dan cerdas. Seperti kebanyakan warga Yordania lainnya, ia adalah keturunan Palestina. Berbeda dengan suaminya yang menguasai bahasa Inggris kelas tinggi, Ratu Rania fasih berbahasa Arab.

Sementara ini kemampuan Raja Abdullah untuk menyamar sudah termasuk legendaris. Ia pernah menjadi seorang tua yang berjalan terpincang-pincang dengan tongkat penyangga, untuk melihat sendiri kondisi pelayanan kesehatan di negaranya. Atau ia menyamar sebagai wartawan televisi yang berkumis dan berjenggot, menanyakan kepada masyarakat tentang kejengkelan mereka akan birokrasi di Yordania. Tidak ada yang pernah mengenalinya dan konon ia berniat akan terus menjalankan hobby yang diwarisinya dari ayahnya itu.

Di bidang politik Abdullah juga sudah mendapat nama sendiri walaupun hubungannya dekat dengan AS. Ia berulangkali dikagumi kalau mengacungkan jari ke arah Bush sehubungan dengan politik AS di Irak. Di antara para pemimpin negara-negara Arab ia selalu memberikan peringatan dengan kepala dingin dan berwawasan luas.

"Kita bisa membayangkan terjadinya tiga perang saudara sekaligus. Sebagai bagian dari dunia internasional sudah waktunya kita mengambil langkah yang menentukan. Harus dicegah terjadinya sebuah krisis serius di Timur Tengah. Saya khawatir itu bisa terjadi."

Pernyataan Raja Abdullah II itu ditujukan menanggapi keadaan kritis di Irak, Libanon dan wilayah-wilayah Palestina. Dalam konflik Israel-Palestina ia tak jemu-jemu menjadi penengah. Bersama dengan Mesir, Arab Saudi dan negara-negara Emirat, Yordania membentuk kuartet yang aktif mengupayakan penyelesaian damai di panggung internasional. Ini sangat penting baginya, karena Yordania tidak mampu lagi menampung ratusan ribu pengungsi apakah itu dari Palestina maupun Irak.

Demikian pula mengenai inti konflik Timur Tengah Raja Abdullah bersikap kritis terhadap AS: "Jujur saja, kalau saya ingat apa yang sudah dikatakan Presiden Bush beberapa tahun lalu, ketika mencanangkan sebuah negara Palestina berdaulat dan mandiri, maka kekhawatiran saya justru menyangkut segi geografisnya. Kalau masalah ini tidak tuntas dalam satu atau dua tahun lagi, maka tidak akan ada cukup wilayah Palestina untuk mewujudkan penyelesaian dua negara."

Dalam KTT internasional mengenai Timur Tengah mendatang di AS, Raja Abdullah II pastilah tidak hanya akan duduk berpangku tangan. Dan dapat dipastikan pula bahwa suara tenang dari raja muda itu akan mendapat perhatian.