1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikSuriah

Resolusi DK PBB Panduan Transisi Demokratis di Suriah?

24 Desember 2024

Resolusi DK PBB dari tahun 2015 menyaratkan dialog internal demi mencapai pemerintahan kesatuan, dan didukung penguasa baru Suriah. Namun sejumlah pasal dianggap sudah usang dan harus diperbaharui.

https://p.dw.com/p/4oXz6
Sidang Dewan Keamanan PBB
Sidang Dewan Keamanan PBBFoto: John Lamparski/NurPhoto/picture alliance

Setelah digulingkannya rezim Suriah di bawah Bashar al-Assad, resolusi Dewan Keamanan PBB yang berusia hampir satu dekade ingin dijadikan haluan bagi pembangunan kembali Suriah.

"Rakyat Suriah sedang menghadapi sebuah momen bersejarah — dan sebuah kesempatan. Kesempatan itu tidak boleh dilewatkan," kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres minggu lalu di New York. "Prosesnya harus dipandu oleh prinsip-prinsip dasar Resolusi Dewan Keamanan 2254."

Banyak diplomat internasional senior, termasuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, mengungkapkan imbauan serupa.

Dewan Keamanan, atau DK PBB, merilis pernyataan minggu lalu yang juga menyatakan dukungan bagi Resolusi 2254. Kesepakatan dicapai setelah Rusia tidak lagi menggunakan hak veto-nya demi melindungi rejim Assad di Damaskus.

Apa isi Resolusi 2254?

Resolusi ini disahkan dengan suara bulat oleh anggota Dewan Keamanan PBB pada tahun 2015 saat perang saudara Suriah menjadi semakin brutal dan berdarah.

Resolusi 2254 dimaksudkan sebagai dasar bagi perundingan gencatan senjata. Ia memandu transisi kekuasaan secara damai dari kediktatoran menuju demokrasi.

Keluarga Assad telah menguasai Suriah sejak tahun 1971 dan dikenal karena brutal memberangus kritik, termasuk dengan cara penghilangan paksa, pembunuhan dan penyiksaan. Kebrutalan rejim Assad semakin mencolok pada saat "Musim Semi Arab," tahun 2011, ketika pasukan pemerintah melancarkan serangan membabi buta terhadap penduduk sendiri.

Menurut Resolusi 2254, setiap gencatan senjata seharusnya mencakup pembentukan pemerintahan transisi yang baru dan inklusif serta penyusunan konstitusi baru. Tujuan utamanya adalah untuk menyingkirkan Assad dari kekuasaan dan mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil.

Resolusi tersebut menyaratkan bahwa proses transisi harus dipimpin oleh Suriah, tetapi didukung oleh PBB. "Satu-satunya solusi berkelanjutan untuk krisis saat ini di Suriah adalah melalui proses politik yang inklusif dan dipimpin oleh warga Suriah yang memenuhi aspirasi sah rakyat Suriah" mungkin merupakan kalimat yang paling sering dikutip dari Resolusi 2254 selama satu dekade terakhir perang.

Resolusi 2254 juga berkomitmen pada integritas teritorial Suriah, kemerdekaan nasional, persatuan masyarakat, dan sistem pemerintahan nonsektarian.

Apakah Resolusi 2254 masih berlaku?

Seperti yang dicatat oleh seorang komentator di platform media sosial X (dulu Twitter), "menerapkan 2254 saat ini terasa seperti meresepkan obat untuk penyakit yang sudah tidak ada lagi."

Sejumlah rincian detail resolusi tersebut memang sudah usang. Ia berlandaskan pada gagasan pembagian kekuasaan antara oposisi Suriah dan pemerintahan Assad, yang kini tidak lagi berkuasa.

Pimpinan pemerintahan de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa, pemimpin oposisi yang kini mengepalai transisi, juga mengutarakan hal serupa. Pada pertemuan akhir pekan ini dengan Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, di Damaskus, dia menyarankan bahwa Resolusi 2254 perlu diperbarui mengingat realitas baru di lapangan.

Secara garis besar, "perintah umum" yang diterbitkan Al-Sharaa mendukung Resolusi 2254, demikian pernyataan dari Hayat Tahrir al-Sham, HTS.

Is HTS ready to govern post-Assad Syria?

Rentan intervensi asing?

Negara-negara pendukung Proses Astana juga menyambut implementasi Resolusi 2254.

Proses Astana adalah forum yang dimulai pada tahun 2017 oleh Rusia, Iran, dan Turki untuk "memulai" perundingan damai di Suriah. Semua negara tersebut memainkan peran penting dalam perang Suriah, dengan Rusia dan Iran mendukung rezim Assad dan Turki mendukung beberapa kelompok pemberontak anti-Assad.

Selama akhir pekan, perwakilan dari tiga negara Astana bertemu dengan menteri luar negeri dari Mesir, Arab Saudi, Irak, Yordania, dan Qatar di Aqaba, Yordania. Kelompok tersebut merilis pernyataan yang menyetujui bahwa transisi Suriah harus dilanjutkan sesuai dengan Resolusi 2254.

Pernyataan ini telah disambut dengan skeptisisme oleh beberapa kelompok oposisi Suriah. Mereka khawatir Resolusi 2254 dapat digunakan sebagai alasan bagi kekuatan asing untuk ikut campur di Suriah. Beberapa warga Suriah bahkan telah menyatakan kecurigaan yang sama tentang PBB yang membantu transisi tersebut, karena melihat lembaga dunia itu sebagai sesuatu yang tidak berdaya, atau bhkn tidak berguna selama perang saudara yang berlangsung lebih satu dekade.

Peta jalan menuju demokrasi

Meskipun perlu direvisi, Resolusi 2254 masih menjadi satu-satunya peta jalan yang paling mungkin untuk memandu transisi Suriah.

"Lebih mudah bagi anggota Dewan Keamanan PBB untuk berpegang pada prinsip-prinsip dasar 2254, daripada membuat rencana yang sama sekali baru untuk peran PBB di Suriah," Richard Gowan, direktur PBB di lembaga pemikir Criss Group mengatakan kepada surat kabar The National yang berbasis di Abu Dhabi pada awal Desember.

Resolusi tersebut dapat berfungsi sebagai dasar untuk "dialog internal Suriah, dengan partisipasi dari seluruh spektrum, termasuk individu yang dapat dipercaya, teknokrat, pakar, patriot," Yahya al-Aridi, seorang profesor universitas dan mantan juru bicara oposisi Suriah, mengatakan kepada publikasi spesialis Syria Direct minggu lalu.

Agar berhasil, transisi Suriah "harus dilakukan oleh warga Suriah untuk warga Suriah, tetapi dengan bantuan eksternal," Carl Bildt, mantan perdana menteri dan menteri luar negeri Swedia, berpendapat dalam opini Desember untuk Project Syndicate. "Proses PBB merupakan cara terbaik untuk melangkah maju."

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris