1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikYaman

Rusia Perdaya Warga Yaman untuk Berperang di Ukraina

10 Desember 2024

Ratusan pemuda Yaman dikabarkan terperdaya oleh Rusia dengan janji palsu. Dipikat dengan iming-iming kerja berupah tinggi, mereka malah dikirim ke medan perang dan dipaksa ikut serta bertempur melawan Ukraina.

https://p.dw.com/p/4nxrE
Wajib militer di Rusia
Wajib militer di RusiaFoto: Erik Romanenko/TASS/dpa/picture alliance

Ahmad (bukan nama sebenarnya) merasa dibohongi. Seperti yang terungkap dari lingkaran keluarganya, dia mendaftarkan diri untuk bekerja di Rusia, karena janji upah yang tinggi.

Tapi bukannya bekerja di tambang batu bara, dia malah diangkut ke medan perang di Ukraina. Di sana, dia diperlakukan semena-mena, kata seorang teman dekat keluarga Ahmad kepada DW. "Dia lalu dipaksa berperang di garis depan."

Saksi warga Yaman lainnya juga melontarkan pernyataan serupa kepada DW. Mereka juga melaporkan teman atau kenalan yang dibujuk ke Rusia dengan janji palsu. Namun, di sana mereka dikirim ke medan tempur di selatan.

Seorang saksi di Yaman mengatakan kepada DW bahwa dia mempunyai seorang teman yang saat ini berada di garis depan perang Ukraina. Dia dan warga Yaman lainnya terputus dari akses komunikasi. Kontak komunikasi hanya terhadi melalui seseorang yang mampu mengirim pesan rekaman rahasia dari putra dan saudara laki-lakinya kepada keluarga.

"Tidak ada yang bisa menghubunginya, tidak ada yang bisa membantunya. Warga Yaman yang berada di garis depan benar-benar terisolasi,” kata saksi tersebut. Temannya termasuk dalam kelompok yang terdiri dari 24 orang. Mereka direkrut di kota Sanaa dan Taiz serta sekitarnya.

Foreigners fighting for Ukraine against Putin

Terpikat janji palsu

Pernyataan para saksi yang diwawancara DW sesuai dengan hasil penelitian organisasi hak asasi manusia Yaman SAM. Riset lembaga yang berbasis di Jenewa itu juga sering dikutip oleh Departemen Luar Negeri AS dalam laporannya tentang Yaman.

"Jumlah tentara yang bertempur di front Rusia-Ukraina tidak dapat disebutkan secara pasti," kata direktur SAM Tawfik al-Hamidi dalam wawancara dengan DW. "Mungkin 500 hingga 700, tapi mungkin lebih sedikit.”

Para pemuda tersebut direkrut melalui jaringan yang beroperasi secara internasional. "Pegawai mereka menjanjikan pekerjaan non-militer di Rusia. Mereka menjelaskan bahwa mereka bisa mendapat penghasilan hingga USD10.000."

Didorong oleh kemiskinan

Besarnya minat generasi muda terhadap janji bekerja di luar negeri terutama disebabkan oleh situasi ekonomi di Yaman setelah sepuluh tahun perang. "Hampir tidak ada prospek di masa depan, dan banyak orang yang kesulitan menghadapi kenaikan harga yang sangat besar. Beberapa penyelundup manusia telah mengeksploitasi situasi ini untuk kepentingan mereka sendiri dan merekrut pemuda Yaman.”

Saksi dari Yaman yang dihubungi DW juga melaporkan hal serupa. Kebanyakan dari 24 orang yang dia kenal dan dikirim ke Rusia, belum menikah, kata salah satu saksi. "Salah satu pekerja yang direkrut baru-baru ini berpisah dari istrinya karena kesulitan keuangan. Dalam situasi yang penuh tekanan ini, dia direkrut.”

Warga terdampak lainnya juga merasakan hal yang sama, kata saksi tersebut. "Situasi keuangan mereka sangat sulit.” Jadi mereka sepakat untuk melakukan perjalanan ke Oman, di mana mereka menandatangani kontrak terkait. "Para pemuda tidak memikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi.”

Ayo berlangganan s newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Peran Houthi?

Adalah harian Inggris Financial Times, FT, yang pertama kali melaporkan adanya warga Yaman dalamPerang Ukraina . Kontrak yang ditandatangani oleh Yaman, dilihat oleh FT, mencantumkan sebuah perusahaan yang didirikan oleh politisi terkemuka di milisi Islam radikal Houthi, Abdulwali Abdo Hassan al-Jabri. Perusahaan tersebut terdaftar di Oman sebagai operator tur dan pengecer peralatan medis dan obat-obatan, kata FT.

Menurut laporan organisasi hak asasi manusia SAM, orang tak dikenal bernama "Dmitry" yang bekerja di konsulat Rusia di Oman dan juga disebut-sebut aktif di kantor Al-Jabari juga terlibat dalam perekrutan tersebut. "Peran Dmitry sangat penting dalam memfasilitasi operasi antar pihak,” kata laporan SAM. "Ini menunjukkan tingkat koordinasi yang tinggi di antara Rusia dan Houthi.”

Warga Yaman menandatangani kontrak yang sebagian besar tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan oleh karena itu tidak cukup dipahami oleh mereka, kata SAM. Di Rusia, mereka akan menghadapi situasi yang sangat berbeda dengan situasi yang dijanjikan secara lisan.

"Saat tiba di sana, mereka menjadi sasaran perlakuan buruk yang parah,” kata laporan itu. "Mereka dipaksa berperang dalam kondisi yang keras dan tidak manusiawi. Mereka hanya mendapat sedikit makanan dan tidak ada perawatan medis.” Aksi penembakan di garis depan akan melukai atau membunuh mereka, menurut laporan peneliti hak asasi manusia Yaman.

Torn apart — Yemen in the grip of the Houthi militia

Tentara bayaran versus rekrutan

Perekrutan tersebut dilakukan demi kepentingan Houthi dan juga kepentingan Rusia, menurut laporan lembaga pemikir AS, Atlantic Council. Rusia menggunakan generasi muda Yaman untuk memperkuat pasukannya yang semakin menipis.

"Ini adalah bagian dari upaya Rusia yang lebih besar untuk merekrut migran dari Yaman, serta Nepal, India dan Korea Utara, untuk mengimbangi kerugian besar di medan perang," bunyi laporan tersebut.

Sebaliknya, Houthi, menurut Dewan Atlantik dengan mengacu pada laporan kantor berita Reuters, menerima kontribusi finansial atas jasa mereka, dan yang terpenting juga menerima rudal modern Rusia. Mereka menggunakan ini dalam serangan terhadap kapal di jalur pelayaran internasional di Laut Merah. Secara umum, Houthi ingin memperdalam hubungan mereka dengan Rusia. Rusia semakin berupaya menjalin kontak dengan kelompok-kelompok di Timur Tengah yang memusuhi AS.

Para pemuda Yaman yang direkrut berkesan sama sekali tidak menyadari konsekuensi dari keputusan mereka. Sementara itu, seorang saksi menceritakan kepada DW, sebagian besar keluarga sudah kehilangan kontak dengan korban. "Mereka tidak tahu bagaimana keadaannya. Mereka hanya mengatakan ada yang hilang, ada yang dipenjara, dan ada yang terbunuh."

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman