1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sepak BolaJerman

Kenapa Jerman dan Turki Debatkan Salam Serigala?

16 Juli 2024

Polemik dimulai ketika pemain Turki menampilkan salam serigala, yang melambangkan supremasi ke-Turki-an dan memicu perdebatan tentang propaganda ekstrem kanan dalam kancah sepak bola.

https://p.dw.com/p/4iMgY
Merih Demiral melakukan selebrasi salam serigala
Salam serigala oleh Merih DemiralFoto: Ebrahim Noroozi/AP Photo/picture alliance

Piala Eropa 2024 di Jerman terseret menjadi ajang propaganda politik bagi sejumlah penggemar dan atlet sepak bola Turki. Pun Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak melewatkan kesempatan untuk menjaring dukungan elektoral, ketika menonton pertandingan di stadion.

Masalah berpusara pada atlet nasional Merih Demiral yang merayakan golnya ke gawang Austria pada 2 Juli silam dengan menampilkan salam serigala abu-abu, yang melambangkan supremasi Turki dan digunakan oleh kelompok ekstrem kanan sebagai simbol pergerakan.

Polemik serigala abu-abu mengundang penolakan dari diaspora Turki di Jerman. "Simbol politik tidak punya tempat di lapangan sepak bola," kata Gökay Sofuoglu, direktur Komunitas Turki Jerman kepada kantor berita Jerman RND.

Persahabatan Turki-Jerman

Macit Karaahmetoglu, juru bicara Partai Sosialdemokrat di kelompok parlemen Jerman-Turki, juga mengambil posisi yang jelas. Siapa pun yang ingin memprovokasi dengan salut serigala abu-abu berarti merusak persahabatan Jerman-Turki.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Tidak mengherankan jika sikap sembrono seorang pemain sepak bola yang sebenarnya liberal dieksploitasi oleh para politisi,” kata anggota parlemen tersebut kepada DW. Erdogan menggunakan peristiwa semacam itu untuk menggambarkan Jerman sebagai negara xenofobia.

Karaahmetoglu juga mengkritik kalangan politik dan publik tertentu di Jerman. "Mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk menyebarkan sentimen umum terhadap diaspora Turki di Jerman dan meragukan integrasi mereka.”

Ekstrem kanan dan nasionalis

Peneliti ekstremisme Prof Kemal Bozay dari Pusat Penelitian dan Pencegahan Radikalisasi di Universitas Internasional Cologne meyakini salam serigala sebagai demonstrasi kekuasaan.

"Pertama, lambang ini adalah simbol gerakan Ülkücü, Gerakan Serigala Abu-abu, yang merupakan ekstremis sayap kanan. Kedua, ini adalah simbol Partai Gerakan Nasionalis, MHP,” kata Bozay.

Salam serigala sering digunakan pada acara-acara besar, atau terkandung dalam slogan-slogan nasionalis dan ekstremis kanan. Selain itu, sapaan ini juga berperan penting dalam mobilisasi massa ekstrem kanan.

Bozay mengakui, mitologi serigala abu-abu tersebar luas dalam sejarah Turki. Namun, sejak beberapa dekade, lambang tersebut sepenuhnya telah dibajak kelompok ekstremis sayap kanan.

Pengganyangan minoritas

Turki adalah negara yang beragam secara etnis, budaya, dan agama. Warga etnis Kurdi, Alevi, Armenia, Yazidi, Aram, Arab, serta orang Yunani Pontik dan Italia tinggal membaur di antara warga asli Turki di Jerman dan Eropa.

Dalam sejarah resmi Turki, kelompok minoritas ini sering digambarkan sebagai musuh atau pengkhianat. Sebabnya keberagaman etnis di Turki juga dinilai bisa membawa potensi konflik yang besar, terutama dengan menguatnya kelompok ultranasionalis.

"Saya bangga menjadi orang Turki. Jika Anda orang Turki, Anda tidak hanya berperang melawan satu negara, tapi melawan seluruh dunia.” Pernyataan ini datang dari Cenk Tosun, yang bermain untuk tim nasional Turki di Piala Eropa.

Ketua komunitas Kurdi di Jerman, Ali Ertan Toprak, sebaliknya menilai sepak bola tidak mendorong perang, tapi pemahaman internasional.

"Pemain timnas Tosun rupanya mengira dia bukan pesepakbola, tapi tentara,” kata Toprak saat diwawancarai DW.

Eyes on Erdogan's presence at Turkey's quarterfinal amid far-right symbol row

Serigala dalam identitas Turki

Ankara menolak kritik terhadap salam serigala dan menyebutnya sebagai lambang ke-Turki-an. Pembelaan tersebut dinilai tidak mengherankan, karena Recep Tayyip Erdogan telah memerintah dengan dukungan kelompok Serigala Abu-abu sejak tahun 2016.

Menurut Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi Jerman, MHP adalah organisasi asli Serigala Abu-abu. Mitra Erdogan juga adalah BBP, kelompok sayap kanan Islam, yang diduga rajin melancarkan pembunuhan politik di Turki.

Menurut peneliti konflik Sezer Idil Gögüs dari Leibniz Institute Hessian Foundation for Peace and Conflict Research, HSFK, topik identitas Turki merupakan bagian integral dari "kebijakan diaspora Erdogan".

Hal ini didasarkan pada keterkaitan erat warga Turki di luar negeri dengan politik Turki. Sebab itu, pemilih asing sangat penting bagi Erdogan dan partai AKP-nya.

Konflik berebut suara diaspora

Oleh karena itu, kunjungan Erdogan dalam laga melawan Belanda pada tanggal 6 Juli di Stadion Olimpiade Berlin memiliki makna politik dalam negeri yang penting. Turki kalah dalam pertandingan tersebut dengan skor 2-1.

Menurut Office for Turks Abroad, 5,5 juta orang asal Turki tinggal di Eropa Barat, termasuk hampir tiga juta orang di Jerman.

"Konflik antara beberapa kelompok Turki dan Kurdi di Jerman adalah imbasnya," kata peneliti konflik Sezer Idil Gögüs.

Konflik ini tidak boleh dipandang sebagai masalah minoritas. "Tidaklah cukup hanya dengan mengabaikan salam serigala sebagai tanda Turki dan mengabaikan hal lainnya,” katanya. "Harus dipahami betapa pentingnya isyarat ini bagi kelompok lain dari Turki.”

Mengenai suku Kurdi, Alevis, Armenia dan lainnya, dia memperingatkan: "Ketika pelanggaran hak asasi manusia terjadi pada satu kelompok dan pihak lain mengabaikan atau membantahnya, hal ini akan menyebabkan konflik lebih lanjut."

Peneliti ekstremisme, Bozay, sependapat. Dia juga melihat adanya tanggung jawab tertentu atas meningkatnya perdebatan dalam politik Jerman. Menurutnya, ekstremisme sayap kanan Turki di Jerman sudah terlalu lama diabaikan dan dianggap sebagai "ekstremisme asing”.

rzn/as