Satu Tahun Pasca Pemilu di Myanmar
5 November 2011Kekerasan terhadap warga sipil di wilayah konflik, penyiksaan tahanan politik dan proses pengadilan yang membenarkan penekanan, demikian pula pernyataan-pernyataan untuk menjalankan reformasi, menandai setahun pemerintahan sipil di Myanmar. Demikian diungkapkan pakar organisasi Human Rights Watch (HRW) Asia, Elaine Pearson di Bangkok hari Jumat (4/11).
Pada tanggal 7 November 2010, Myanmar untuk pertama kalinya sejak 20 tahun terakhir melaksanakan pemilu parlemen. Pemilu sebelumnya digelar tahun 1990. Pada pemilu itu, penerima hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dan partainya Liga Nasional bagi Demokrasi (NLD) meraih kemenangan mutlak. Namun junta militer tidak mengakui hasil pemilu dan membatalkannya tahun 2008 melalui manupulasi referendum mengenai konstitusi baru.
Sejumlah upaya positif
Sejak Thein Sein memangku jabatan sebagai presiden sipil di Myanmar pada tanggal 30 Maret 2011, sensor media diperlonggar, sebuah komisi HAM dibentuk, sekitar 300 tahanan politik dibebaskan dan ruang gerak politik bagi pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dilonggarkan. Reformasi UU kepartaian dan UU pemilu yang memungkinkan NLD serta pemimpinnya Suu Kyi ambil bagian dalam pasca pemilu, juga sedang disiapkan.
Oposisi Birma atau Myanmar serta negara-negara barat mengkritik pemilu bulan November 2010 sebagai tidak adil dan dimanipulasi oleh junta militer saat itu. Kritikan antara lain meliputi larangan mencalonkan kandidat warga Birma yang berstatus atau pernah menjadi tahanan. Hanya partai-partai yang tidak memiliki anggota berlatar belakang tahanan, diijinkan mengikuti pemilu. Kedua butir dalam UU pemilu itu disusun agar Suu Kyi dan NLD tidak dapat mengikuti pemilu, karena saat itu Suu Kyi sedang berada dalam tahanan rumah yang kemudian dicabut seminggu setelah pemilu berakhir.
Tawaran yang bisa menjadi peluang bersejarah
Sementara itu, penasehat khusus Sekjen PBB, Vijay Nambiar mengatakan pada akhir kunjungan lima harinya di Myanmar, hari Jumat (4/11) bahwa langkah hati-hati reformasi pemerintahan Myanmar menawarkan "peluang bersejarah" bagi perubahan di negeri itu.
Nambiar mengatakan, PBB merasa gembira melihat langkah-langkah yang diambil pada bulan-bulan terakhir untuk melaksanakan agenda reformasi yang dipimpin Presiden Thein Sein. Ia juga menilai positif upaya-upaya penting untuk melanjutkan dialog nasional dan rekonsiliasi. Jika diteruskan, upaya ini menawarkan kesempatan bersejarah untuk menentukan arah negara tersebut dan kemudian memenuhi janji yang telah diberikan kepada rakyat Myanmar. Demikian dinyatakan Nambiar setelah pertemuannya dengan pejabat tinggi pemerintah Myanmar dan pemimpin gerakan pro-demokrasi Aung San Suu Kyi.
Christa Saloh (afpe/kna) Editor: Dyan Kostermans