Serangan Berdarah di Yerusalem
7 Maret 2008Harian Italia yang terbit di Roma La Repubblica berkomentar:
Di Timur Tengah, pandangan orang-orang yang pesimis hampir selalu benar. Serangan mengerikan hari Kamis (06/03) di Yerusalem meneguhkan syak wasangka banyak orang bahwa apa yang disebut proses perdamaian Annapolis tak membawa hasil apapun. Itu hanya upaya diplomatik dan politik kesekian kalinya, yang diberitakan di media sebagai keberhasilan, namun menyimpang sepenuhnya dari realita di kawasan. Dan adalah realita, bahwa Israel mempersiapkan peringatan ulang tahun ke-60 kemerdekaan di bawah bayang-bayang serangan pembunuhan tepat di jantung ibukotanya, dan dengan roket-roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza. Jika situasi sekarang tak bisa disebut perang terbuka, maka itu kirannya tinggal menunggu waktu saja.
Harian La Stampa yang terbit di Turin, Italia, menulis:
Dilihat dari pelaksanaannya, serangan terhadap sekolah agama di Yerusalem lebih mencirikan aksi militer daripada teroris. Karena serangan itu sama sekali bukan serangan bunuh diri yang pelakunya meledakkan diri agar sampai ke surganya. Insiden itu lebih seperti pekerjaan pasukan bersenjata, yang mencari sasaran bukan pos militer Israel tetapi sekolah rabbi, pendeta Yahudi, dengan murid-murid yang memilih untuk berkutat dengan tradisi lama, dengan meditasi dan perenungan tentang keyakinan mereka. Tujuan jangka panjang aksi itu nyata jelas. Yaitu, harapan bahwa perundingan damai akan kembali dilanjutkan, seharusnya dikuburkan dalam-dalam. Perundingan yang seharusnya menuntun pada berdirinya sebuah negara Palestina, yang berdampingan dengan negara Israel.
Tema lain yang mendapat perhatian pers Eropa adalah rencana pertemuan antara Sri Paus dan cendekiawan Muslim dalam Forum Pertemuan Muslim-Katolik pertama di Roma, November mendatang.
Harian Inggris The Times yang terbit di London berkomentar:
Masih ada kegetiran di dunia Muslim menyangkut pernyataan Sri Paus mengenai Islam, yang ia sampaikan di depan kalangan akademik di Universitas Regensburg. Sri Paus dengan pedih menyadari, bahwa setiap reaksi terhadap topik yang sangat peka itu bisa saja dengan sengaja diinterpretasikan secara salah, sebagai sebuah serangan.
Karena itulah sangat mendesak untuk mengikuti anjuran para cendekiawan Muslim, guna menggaris-bawahi hubungan dan pandangan bersama kedua agama monoteis ini. Dan walaupun dialog yang diusulkan tidak bisa menghindari benturan politis, maka pembentukan sebuah Forum Muslim-Katolik emmiliki arti sangat besar bagi upaya penentraman persaingan hitoris dan teologis kedua agama.