1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaAsia

Meski Rentan, Asia Tenggara Dinilai Paling Siaga Bencana

16 Agustus 2024

Asia Tenggara adalah salah satu kawasan yang paling rentan bencana alam. Namun analisis baru yang dirilis pada hari Kamis menunjukkan masyarakat di Kawasan ini juga paling siap hadapi bencana.

https://p.dw.com/p/4jXDr
Ilustrasi bencana akibat gempa bumi
Ilustrasi bencana akibat gempa bumiFoto: IMAGO/Newscom/EyePress

Tampaknya masuk akal bahwa negara-negara di dan sekitar Cincin Api Pasifik, yang rentan terhadap gempa bumi, topan, gelombang badai, dan bahaya lainnya, juga adalah negara yang paling siap. Namun, survei oleh Gallup untuk Lloyd's Register Foundation menunjukkan bahwa kasusnya tidak selalu begitu di semua negara yang berada di kawasan rawan bencana ini.

"Seringnya paparan terhadap bahaya bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan seberapa siap seseorang," kata konsultan penelitian Gallup, Benedict Vigers, kepada The Associated Press.

Laporan tersebut menemukan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN memainkan peran penting dalam pengurangan risiko bencana. Vigers mengatakan pendekatan umum di kawasan ini mencakup sistem peringatan dini yang luas dan efektif, peningkatan pendekatan komunitas dan kerja sama regional, serta akses yang baik terhadap pendanaan kebencanaan.

"Keberhasilan Asia Tenggara dalam kesiapan menghadapi bencana dapat dikaitkan dengan tingginya keterpaparan terhadap bencana, tingkat ketangguhan yang relatif tinggi, mulai dari individu hingga masyarakat secara keseluruhan, dan pendekatan kawasan ini dalam  manajemen risiko bencana secara lebih luas," kata dia.

Kekayaan bukan faktor kesiapan hadapi bencana

Empat puluh persen masyarakat yang disurvei di Asia Tenggara mengatakan bahwa mereka pernah mengalami bencana alam dalam lima tahun terakhir. Jumlah yang hampir sama, yakni 36%, di Asia Selatan mengatakan hal yang serupa.

Namun 67% masyarakat Asia Tenggara merasa siap melindungi keluarga mereka dan 62% punya rencana darurat, sementara pada  masyarakat di Asia Selatan angkanya masing-masing sebesar 49% dan 29%.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Responden dari Amerika Utara, yang secara signifikan kurang rentan terhadap bencana dibandingkan Asia Tenggara, mengatakan bahwa mereka hanya merasa sedikit kurang siap. Sementara responden di Eropa Utara dan Barat termasuk dalam kelompok yang berada di tengah-tengah.

Hasil penelitian di Asia Tenggara, yang sebagian besar terdiri dari negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, menunjukkan bahwa kekayaan bukanlah faktor penentu dalam respons dan persiapan bencana, kata Ed Morrow, manajer kampanye senior di Lloyd's Register Foundation, sebuah badan amal keselamatan global yang berbasis di Inggris.

Asia Tenggara adalah "kawasan yang jelas punya banyak hal yang bisa dipelajari dunia dalam hal kesiapsiagaan menghadapi bencana," katanya.

Hasil penelitian di Asia Tenggara, yang sebagian besar terdiri dari negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, menunjukkan bahwa kekayaan bukanlah faktor penentu dalam respons dan persiapan bencana, kata Ed Morrow, manajer kampanye senior di Lloyd's Register Foundation, sebuah badan amal keselamatan global yang berbasis di Inggris.

Asia Tenggara adalah "kawasan yang jelas memiliki banyak hal untuk diajarkan kepada dunia dalam hal kesiapsiagaan menghadapi bencana," katanya.

Filipina dinilai paling siap hadapi bencana

Secara global, tidak ada negara yang memiliki peringkat lebih tinggi dari Filipina dalam hal pengalaman bencana alam dalam lima tahun terakhir, dengan 87% responden mengatakan bahwa mereka pernah mengalami bencana alam.

Filipina juga adalah salah satu dari empat negara teratas dengan proporsi rumah tangga tertinggi yang memiliki rencana apabila terjadi bencana. Filipina (84%), Vietnam (83%), Kamboja (82%) dan Thailand (67%), diikuti oleh Amerika Serikat (62%). 

Negara dengan proporsi terendah adalah Mesir, Kosovo dan Tunisia, semuanya sebesar 7%. Data tersebut diambil dari Jajak Pendapat Risiko Dunia yang dilakukan setiap dua tahun sekali, dengan hasil utama survei tahun 2023 yang dipublikasikan pada bulan Juni.

Survei dilakukan terhadap masyarakat berusia 15 tahun ke atas di 142 negara dan berdasarkan percakapan telepon atau tatap muka dengan sekitar 1.000 responden atau lebih di setiap negara kecuali Tiongkok, di mana sekitar 2.200 orang dihubungi secara online. Margin kesalahan berkisar antara plus atau minus 2,2 hingga 4,9 poin persentase, dengan tingkat kepercayaan keseluruhan 95%.

"Kami bermaksud agar data yang tersedia secara bebas ini dapat digunakan oleh pemerintah, regulator, dunia usaha, LSM, dan badan internasional untuk memberikan informasi dan menargetkan kebijakan serta intervensi yang membuat masyarakat lebih aman," kata Morrow.

ae/hp (AP)