Terobosan Seni Uganda
Pasar untuk kesenian Uganda tergolong kecil. Hasil karya seniman umumnya digemari turis. Kini harapannya apresiasi seni di Uganda dapat meningkat berkat Buku Harian Seni Uganda 2014.
2014 Penuh Warna
52 seniman terkemuka di Uganda memamerkan karya mereka melalui buku harian bersama. Dicetak di atas kertas halus dan dibundel, setiap pekan dihiasi karya dan seniman yang berbeda. Pecinta seni juga dapat menemukan alamat galeri dan pasar seni di ibukota Uganda, Kampala.
Ide Baru dari Kenya
Buku harian disusun dan dibiayai pengusaha Inggris yang sudah lama tinggal di Uganda, Sam Rich. Ide untuk proyek ini datang dari negara tetangga, Kenya. Asosiasi Seniman Uganda kini dapat menunjukkan kebisaan mereka, seperti misalnya gambar karya Mark Kassi Byamugisha ini yang disebut 'Half Time.'
Memori Seorang Seniman
Dari hasil penjualan karya pertamanya, Joseph Ntensibe membeli mobil Mercedes. Pria berusia 62 tahun itu mengingat masa kecilnya membuat mainan dari daun pisang. Kini Ntensibe gemar menggambar pemandangan yang memperlihatkan keindahan alam Uganda dengan presisi yang luar biasa – karya ini berjudul 'Watering Hole.'
Berjuang untuk Bertahan Hidup
'The Next Meal' menjadi judul yang diberikan untuk karya Arnold Birgungio, melukiskan seorang perempuan Uganda yang sedang memilah-milah biji kopi. Dengan cara ini, perempuan tersebut menafkahi dirinya dan anak-anaknya. Kopi Uganda terkenal di seluruh dunia dan harganya mahal. Birungio yang berusia 41 tahun mengajar kelas kesenian dan bekerja sebagai ilustrator untuk bertahan hidup.
Seni Kehidupan
'Tree of Life ' karya Paul Kaspa menunjukkan ritual tradisional Afrika. Sebuah komunitas desa berkumpul di bayangan sebuah pohon besar. Kaspa yang berusia 33 tahun pernah belajar seni, namun kini ia juga bekerja sebagai konselor untuk penderita HIV/AIDS dan anak-anak jalanan. Suatu hari ia ingin membuka sekolah seni untuk anak-anak.
Kangen Kampung Halaman
Taga Nuwagaba menjual karya pertamanya saat masih duduk di bangku sekolah. Ia kemudian mencari peruntungan di London sebagai pedagang kaki lima. Namun ia sangat merindukan kampung halamannya Uganda. Perasaan itu ia tuangkan ke dalam lukisan. Mancing di Danau Victoria menjadi salah satu subyek khasnya. Kini lelaki berusia 45 tahun itu sudah kembali ke Uganda.
Bercerita Melalui Warna Cerah
Gambar karya Robert Yiga menyerupai komik dan menceritakan masa kecilnya yang sulit sebagai yatim piatu di sebuah desa di Uganda. Juga bagaimana dirinya berjuang mendapatkan uang untuk bersekolah. Warna kuning dan oranye yang mentereng menjadi ciri khas karyanya. Ia membiayai studinya di sekolah seni dengan menjual karya-karyanya.
Kota Penuh Kekacauan
Ibukota Uganda, Kampala, bisa disebut kota penuh kekacauan. Dan bertahan hidup di Kampala merupakan seni tersendiri. Namun kota ini tetap menarik sosok-sosok kreatif dari seluruh penjuru negeri. Di Kampala, mereka dapat membuat jaringan, berpameran dan menjual karya seni. Bagi Cliff Kibuuka, Kampala merupakan sumber inspirasi. Cliff menjadikan kota itu sebagai motivasi untuk berkarya.
Melawan Korupsi dengan Kuas
Seniman-seniman Uganda berkampanye melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Eria Nsubuga menggambarkan pegawai negeri yang 'menelan' dana pajak yang seharusnya digunakan untuk sektor kesehatan. Ini contoh bagaimana seniman Uganda memandang diri sebagai otoritas moral. Nsubuga juga gemar mengilustrasikan bintang pop serta politisi di dalam mobil-mobil mewah.
Seni Demi Satwa Liar
Awalnya Sam Rich tidak mau gambar hewan atau pemandangan dalam buku harian. Namun ia melihat gambar gorila pegunungan karya Jjuuko Hood. Dengan hasil penjualan karyanya ini, Hood ingin membantu menyelamatkan hutan hujan dan habitat gorila. Karya ini menjadi bagian buku harian yang dapat dilihat melalui: facebook.com/ugandaartsdiary