Reformasi Pasukan UE
3 Juni 2013Sejak 2007 Uni Eropa menyediakan dua pasukan tempur (battlegroups) yang berkekuatan masing-masing 1500 tentara. Anggotanya berganti secara rutin setiap enam bulan dari setiap negara anggota UE. Pasukan multinasional ini dibentuk sebagai pasukan gerak cepat UE dan dapat ditugaskan untuk misi jangka panjang. Namun battlegroups ini sekali pun belum pernah ditugaskan.
Padahal konflik yang berkaitan dengan Eropa, di Eropa sendiri dan di negara-negara tetangga cukup banyak. Kenapa demikian? Salahkah konsepnya? Dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle, Michael Gahler, anggota parlemen Eropa dari partai CDU (Uni Demokratik Kristen Jerman) dan jurubicara bidang kebijakan keamanan di parlemen Eropa membantahnya. Ia mengatakan, yang tidak ada adalah keinginan politik. Dan jika hal ini tidak ditangani, eksistensi pasukan tempur ini terancam. Jadi orang harus memikirkan, apa yang harus dilakukan agar pasukan itu memenuhi fungsinya, jika tidak, kredibilitasnya hilang. Demikian Gahler.
Menambah tugas dan tidak membubarkan
Tak seorang pun hendak membubarkan battlegroups. Lantaran pasukan ini tidak hanya merupakan sebuah bentuk ambisi Eropa agar dapat mengandalkan kekuatan sendiri dalam sebuah krisis, tetapi juga untuk menandingi Amerika yang mendominasi NATO. April lalu Menteri Pertahanan Jerman, Thomas de Maizière mengajukan gagasan di Lexemburg agar pasukan UE itu tidak hanya dipersiapkan bagi pertempuran, tetapi juga misalnya "misi pelatihan segera" yang diorganisir oleh PBB dalam tugas "pengawasan, konsultasi dan bantuan". Jenderal Prancis Patrick de Rousiers yang memimpin komisi militer UE menyambut baik gagasan tersebut, namun tidak merincinya.
Krisis Mali sebagai ujicoba
Saat mengajukan gagasannya itu, Menhan Jerman menyinggung bahwa dengan rencana tersebut, Uni Eropa dapat membantu secara cepat dalam konflik Mali. Michael Gahler mengatakan, sebenarnya UE dapat mengirimkan pasukannya ke Mali. Namun ditegaskannya bahwa pasukan UE tidak dikirimkan untuk bertempur melainkan "di latar belakang, di mana otoritas Mali perlahan-lahan membangun pemerintahannya, untuk pengamanan pengembalian kedaulatan struktur administratif negeri itu." Tapi di sini pun, tidak ada keinginan politik dari pihak UE, keluh Gahler.
Pengiriman segera pasukan tempur memang bermasalah bagi sejumlah negara anggota UE. Misalnya Jerman yang memerlukan keputusan ekstra dari parlemen. Sementara misi pendidikan seperti yang diajukan oleh de Maizière tidak memerlukan ijin dari parlemen.
Tidak membebani dana
Penentang battlegroups selalu mengatakan, pasukan ini merupakan tandingan NATO dan membebani dana, Tetapi Gahler membantahnya. Ia berasumsi, penugasan battlegropus tdiak akan menimbulkan perpecahan internal di NATO, dan Amerika mengharapkan peningkatan keterlibatan militer dari Eropa, setidaknya dalam konflik di dan seputar Eropa.
Namun UE tampaknya masih belum mengetahui secara jelas, peran apa yang akan dimainkan pasukan tempurnya. Jenderal de Rousiers baru-baru ini mengatakan, pasukan dalam pengertian klasik masih akan dipertahankan, dan tugas tambahannya " lebih terbuka dan meluas untuk dilaksanakan di wilayah yang mungkin tidak begitu sarat konflik." Konsep masa depan dari battlegroups UE itu diperkirakan akan dibicarakan dalam KTT UE Desember mendatang.
Christoph Hasselbach