1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Jerman: Kanselir Scholz dan SPD Berharap Keajaiban

13 Januari 2025

Pemerintahan koalisi "lampu lalu lintas" yang dipimpin SPD telah gagal. Peringkat jajak pendapat partai Kanselir Olaf Scholz ini pun buruk. Namun ia tidak ingin menyerahkan jabatan tanpa perlawanan.

https://p.dw.com/p/4p6Ls
Kanselir Olaf Scholz di konferensi Partai SPD jelang Pemilu Jerman
Olaf Scholz mengincar kemenanganFoto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Partai SPD yang berhaluan kiri tengah di Jerman tengah memasuki masa kampanye pemilihan umum federal dengan Kanselir Olaf Scholz sebagai pemimpinnya. Mayoritas anggota delegasi, yakn 600 delegasi resmi mengukuhkan Scholz sebagai kandidat kanselir pada konferensi khusus partai itu di Berlin. Enam minggu sebelum pemilihan, partai tersebut bersatu setelah pencalonan pria berusia 66 tahun itu sempat diperdebatkan sebelumnya.

Pemerintahan koalisi "lampu lalu lintas" pimpinan Scholz yang terdiri dari SPD (merah), Partai Hijau, dan FDP (kuning) telah gagal. Dalam tren media ARD Jerman saat ini, 77 persen warga tidak puas dengan kinerja mereka. Ini menjadi salah satu alasan utama mengapa SPD lama berdebat tentang perlunya mencalonkan kandidat lain.

Olaf Scholz masih ingin bertarung

Tetapi Scholz tidak akan menyerah begitu saja. Hasil survei memang seharusnya diketahui, tetapi tidak lantas diambil mentah-mentah, begitu salah satu motto dia. Salah satu karakteristiknya yang paling mencolok adalah bahwa ia sangat percaya diri, dan ia bisa sangat tabah dan gigih ketika menginginkan sesuatu.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Pada konferensi Partai SPD, Olaf Scholz tampak berjuang dan bahkan agresif. Tidak mengherankan, bagaimanapun juga, kelangsungan hidup politiknya dipertaruhkan di sini. Jika SPD kalah dalam pemilihan federal, Scholz akan menjadi kanselir dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah Republik Federal Jerman, dengan masa jabatan hanya lebih dari tiga tahun. Jajak pendapat menunjukkan hal itu: Tingkat persetujuan SPD saat hanya sekitar setengah daripada yang dicapai oleh CDU/CSU.

Trump, Greenland, dan batas wilayah teritorial

Tetapi masih banyak hal yang dapat terjadi sebelum hari pemilihan. Itulah mantra yang digunakan Partai Sosial Demokrat dan kandidat utama mereka untuk menyemangati diri sendiri. "Ini adalah masa yang sangat serius, masa di mana hal-hal dramatis terjadi. Ini adalah hal-hal yang tidak akan pernah terpikirkan oleh siapa pun beberapa tahun lalu, mungkin bahkan beberapa bulan atau bahkan minggu lalu," kata Scholz dalam pidato singkatnya.

Pada tanggal 20 Januari, Donald Trump akan dilantik sebagai presiden Amerika Serikat. Bahkan sebelum dilantik, Trump sudah menimbulkan banyak kegaduhan diplomatik dengan klaim teritorial terhadap Greenland, Terusan Panama, dan Kanada. Dan tuntutannya agar setiap negara NATO di masa depan mengalokasikan lima persen anggaran mereka untuk pengeluaran pertahanan. Ini membuat banyak orang di Eropa kewalahan. 

Bagaimana masa depan hubungan Jerman AS?

Namun dalam kampanye pemilu, ancaman dan tuntutan Trump dapat memberikan peluang bagi Menteri Keuangan. Kita teringat tahun 2003, ketika Kanselir Sosial Demokrat saat itu, Gerhard Schröder, juga menentang kampanye Irak yang dilakukan Presiden AS George W. Bush selama kampanye pemilu. Penentangannya itu membuat Schröder mendapat banyak dukungan di Jerman dan pada akhirnya ia secara mengejutkan memenangkan pemilu federal.

Bagi SPD, mereka tahu bahwa mulai 20 Januari dan seterusnya, keadaan di panggung internasional akan menjadi lebih bergejolak lagi. "Ini juga merupakan waktu di mana kekuatan tertentu, termasuk di Amerika, bekerja secara khusus untuk menghancurkan lembaga-lembaga demokrasi kita di Barat," Scholz memperingatkan. "Saat ini kita tidak dapat memastikan bagaimana perkembangan hubungan kita dengan Amerika Serikat di tahun-tahun mendatang."

Hampir tiga tahun lalu, Rusia menginvasi Ukraina, dan perang terus berkecamuk sejak saat itu. Scholz menekankan bahwa SPD mendukung Ukraina "tanpa keraguan atau keraguan". Namun, pada saat yang sama, ia sebagai kanselir dan partainya memastikan "bahwa kita tidak terseret ke dalam perang ini."

Janji SPD: bantuan sosial tidak akan dikurangi

SPD juga berharap untuk memobilisasi non-pemilih. Banyak warga masyarakat yang belum peduli dengan isi program partai. Dalam program setebal 63 halaman yang berjudul "Lebih banyak untuk Anda. Lebih baik untuk Jerman," SPD berkomitmen untuk membangun negara yang kuat dan keseimbangan antara si kaya dan si miskin. Lebih banyak investasi dalam ekonomi, infrastruktur, dan pertahanan akan dibiayai melalui pajak yang lebih tinggi untuk orang kaya dan lebih banyak utang pemerintah.

SPD juga barpendapat bahwa konsep negara kesejahteraan harus dipertahankan. "Apakah kita sekarang memastikan bahwa orang-orang biasa di Jerman dapat hidup dengan upah yang layak, makanan yang terjangkau atau sewa yang terjangkau?" Demikian pertanyaan Olaf Scholz di kongres partai itu. 

Untuk meningkatkan investasi dalam jaringan listrik dan pemanas, stasiun pengisian daya dan pembangunan perumahan, SPD ingin mendirikan apa yang disebut Dana Jerman, untuk membiayai investasi dan pinjaman.

SPD juga merencanakan bonus "Made in Germany", yakni investasi dalam mesin dan peralatan akan disubsidi sepuluh persen dari harga pembelian melalui pengembalian pajak. Proposal tersebut belum sepenuhnya dihitung: Menurut perhitungan Institut Ekonomi Jerman (IW), kesenjangan pendanaan berjumlah 30 miliar euro per tahun.

Melawan ujaran kebencian, hasutan, dan perpecahan

Dalam kebijakan migrasi dan suaka, SPD memperingatkan Jerman agar tidak berbelok "ke kanan". Jerman harus tetap menjadi negara imigrasi yang modern.

"Tiga dari sepuluh orang di negara kita punya riwayat imigrasi. Mereka yang tinggal dan bekerja di sini secara permanen, yang terintegrasi dengan baik, yang berbicara bahasa Jerman, seharusnya bisa menjadi bagian dari negara kita, mereka seharusnya bisa memberikan pendapat mereka dalam kehidupan demokrasi kita," ujar Olaf Scholz.

Jerman berada di "persimpangan jalan," demikian ia memperingatkan. "Jika kita mengambil jalan yang salah di Jerman pada tanggal 23 Februari, kita akan bangun di negara lain keesokan paginya."

Diadaptasi dari artikel DW berbehasa Jerman